Jumat, 18
Mei 2012. Sore itu langit sangat cerah. Tepat pukul 15.15 WIB Volunteer muda
berprestasi resmi dilepas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Di bandara
yang membawa nama pahlawan inilah para para volinteer muda berprestasi
meninggalkan kenyamanan kota untuk mengikuti program Volunteer Teaching
Indonesia Children. Kecerdasan mereka digunakan untuk memancarkan
potensi kepemimpinan yang solid demi memberantas buta aksara. Mereka adalah Asep
Rudi Casmana (Seorang Mahasiswa Berprestasi Jurusan Ilmu Sosial Politik
UNJ yang menerima Beasiswa Unggulan dari Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar
Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI ), Ervina Maulida (Mahasiswi Berprestasi
se-Universitas Negeri Jakarta tahun 2012 dari Jurusan Ekonomi dan
Administrasi), dan Ineu Rahmawati (Mahasiswi
Berprestasi se-Indonesia ke-6 tahun 2011 untuk kategori D3 dari Jurusan Penerbitan Politeknik
Negeri Jakarta).
Volunteer
Teaching Indonesia Children adalah program mengajar anak tenaga kerja
Indonesia (TKI) yang diselenggarakan
oleh Kepala Sekolah Dasar Nonformal SOP daerah Miri dan Konsulat Jenderal
Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Malaysia, dalam rangka memperingati Hari
Kebangkitan Nasional. Dalam kegiatan ini pihak KJRI Kuching Malaysia mengundang
mahasiswa Universitas Negeri Jakarta dan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
untuk berpartisipasi sebagai pengajar. Tema
dari kegiatan ini adalah Senyum Ceria Anak Indonesia. Tujuan dari kegiatan ini
adalah pemberantasan buta aksara pada anak Indonesia usia 5-12 tahun yang
berada di daerah Miri, Sarawak Malaysia. Kegiatan ini diadakan pada 21-25 Mei
2012.
Kegitaan
ini juga diharapkan bisa membuat anak Indonesia yang berada di daerah Miri,
Sarawak Malaysia mendapatkan pendidikan yang layak sama seperti anak Indonesia
yag berada di Indonesia. Kegiatan Volunteer
Teaching Indonesia Children dibuka oleh kepala Konsulat KJRI Kuching bersamaan dengan upacara
peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Setelah melakukan upacara, Para volunteer dikirim ke daerah
pelosok Miri untuk kegiatan mengajar. Jarak tempuh untuk menjangkau daerah Miri
sekitar 13 jam.
Kegiatan
mengajar hari pertama mereka
berada di sekolah dasar nonformal yang berada di Sarawak Oil Palm’s Pinang. Kegiatan
mengajar yang mereka
lakukan adalah baca tulis hitung, menyanyikan lagu-lagu bergembira, dan
mengenalkan Indonesia pada murid-murid. Pembukaan acara mengajar di daerah SOP
Pinang terdiri atas sambutan pihak perusahaan SOP, sambutan Muhamad Salim
selaku Kepala Sekolah Nonformal, dan nyanyian Indonesia Raya dan lagu-lagu
nasional yang dinyanyikan oleh siswa sekolah nonformal SOP Pinang. Kegiatan
mengajar dilakukan dari pukul 09.00-15.00. Jumlah guru di sekolah ini 2 orang
dan jumlah siswa yang bersekolah di daerah Pinang adalah 35 murid. Mereka terdiri
dari 7 murid Taman Kanak-Kanak, 6 murid
kelas 1 SD, 8 murid kelas 2 SD, 7 murid kelas 3 SD, dan 7 murid kelas 4 SD. Setelah
sekolah kegiatan malam hari siswa SOP Pinang melanjutkan belajar baca tulis Al-Quran di mesjid
dekat sekolah. Namun karena keterbatasan
listrik yang dijatah oleh pihak perusahaan ketika kami sedang menjalakan salat
isya berjamaah tiba-tiba lampu padam.
Kegiatan
hari kedua dilakukan di sekolah nonformal SOP Galasha. Jumlah guru di sekolah
ini 2 orang dan jumlah anak Indonesia yang belajar di sekolah ini adalah 40
anak. Mereka terdiri dari 8 murid kelas 1 SD, 12 murid kelas 2 SD, 9 murid
kelas 3 SD, 5 murid kelas 4 SD, 4 murid kelas 5 SD, dan 3 murid kelas 6 SD.
Kegiatan hari ketiga dilakukan di sekolah nonformal SOP Lambir. Jumlah guru di
sekolah ini 2 orang dan jumlah siswa pada sekolah ini 52 murid. Kelas 1
teridiri dari 20 murid, kelas 2 terdiri dari 12 murid, kelas 3 terdiri dari 10
murid, dan kelas 4 teridir dari 10 murid. Hari keempat kegiatan mengajar dilakukan
di SOP Tulabi. Hanya satu guru yang mengajar di sekolah ini dan jumlah murid 20 murid, terdiri dari 10 murid kelas 1 SD, 5
murid kelas 2 SD, dan 5 murid kelas 3 SD.
Keadaan
sekolah nonformal di semua perusahaan SOP sangat memprihatinkan. Satu sekolah
hanya memiliki satu-dua ruangan kelas untuk belajar. Setiap ruangan kelas
terdiri dari beberapa murid dengan
tingkatan kelas yang berbeda. Satu papan tulis terdiri dari beberapa mata pelajaran
untuk setiap tingkatan kelas. Bangku dan meja untuk duduk pun sangat terbatas
jumlahnya.
Anak-anak
Indonesia yang sekolah di sekolah nonformal yang didirikan oleh KJRI dan pihak
perusahaan Sarawak Oil Palm’s hanya memiliki satu seragam sekolah, yaitu putih
biru. Namun di SOP Tulabi belum memakai seragam sekolah seperti sekolah
nonformal lainnya. Mereka hanya menggunakan pakaian bebas seadanya dan sandal.
Buku yang mereka gunakan sebagai penunjang pelajaran sangat terbatas. Satu guru
hanya memiliki satu buku setiap mata pelajaran. Peralatan tulis setiap murid
pun sangat terbatas, satu murid hanya memiliki satu buku tulis untuk semua mata
pelajaran dan satu pensil. Penghapus sebagai alat hapus ketika salah menulis
hanya ada satu di setiap kelas, mereka harus bersabar berbagi penghapus dengan
yang lainnya.
Jarak
antara sekolah dan rumah mereka cukup jauh. Mereka harus berjalan kaki sekitar
30 menit untuk sampai di sekolah. Karena jarak tempuh yag jauh mereka membawa
bekal dari rumah masing-masing untuk dimakan pada saat makan siang nanti.
Beberapa murid yang tidak membawa makanan mereka harus pulang berjalan kaki dan
balik ke sekolah lagi.
Guru yang
mengajar bukanlah tenaga pendidik yang memiliki keterampilan khusus untuk
mengajar. Mereka hanyalah Tenaga Kerja Indonesia lulusan SMA yang peduli
terhadap anak-anak TKI yang berada di Miri. Mereka tidak dibayar dengan gaji
yang layak bahkan tak jarang dari mereka yang tidak dibayar baik oleh pihak
perusahaan, orang tua murid, mau pun pihak KJRI. Walaupun semua serba terbatas
mereka tetap bersemangat untuk mengajar anak-anak Indonesia yang terlantar di
Miri.
“Harapan
kami ingin mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah Indonesia kepada
anak-anak Indonesia yang berada di daerah Sarawak. Mereka juga anak-anak Indonesia
yang wajib mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak Indonesia
lainnya,”ujar Muhamad Salim Kepala Sekolah nonformal SOP. Kami sangat
mengharapkan bantuan seperti buku dan sarana belajar mengajar lainnya. Kami
juga ingin membuat anak-anak Indonesia yang kami ajar menjadi pintar sama
seperti anak Indonesia lainnya.
Setelah diadakan kegiatan ini diharapkan baik
pemerintah, mahasiswa, perusahaan, maupun instansi lainnya mau peduli terhadap
anak-anak Indonesia yang membutuhkan pendidikan dan memberantas buta aksara. Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 mengatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.” Mereka juga anak Indonesia yang berhak mendapatkan pendidikan
serta sarana dan prasarana pendidikan yang layak. Senyum mereka adalah harapan
bangsa.
Created by :
- Ineu Rahmawati, Mahasiswi Berprestasi se-Indonesia ke-6 tahun 2011 untuk kategori D3 dari Jurusan Penerbitan Politeknik Negeri Jakarta.
- Asep Rudi Casmana, Mahasiswa Berprestasi Jurusan Ilmu Sosial Politik UNJ yang menerima Beasiswa Unggulan dari Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Ervina Maulida, Mahasiswi Berprestasi se-Universitas Negeri Jakarta tahun 2012 dari Jurusan Ekonomi dan Administrasi.
Asep kangen ga sih kita jalan bareng di negara orang hehe
BalasHapus