I'm Asep Rudi Casmana: 2016

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Kamis, 15 Desember 2016

What are the characteristics of a good teacher?

Written by Asep Rudi Casmana

Teachers play an important role in schools. This is because they should help their student not only to get knowledge, but also to help them to be better citizen. Today, I have visited one of the best school in the city of York, United Kingdom namely Bootham School and observe several class to see what is going on in the room. This is part of the program provided by department of education in The University of York to visit and see the school. In my opinion, I discover lots of interesting things about the teacher, particularly how to be a good educator in terms of head teacher’s perspective. Normally, when the school is looking for a new employee to be a teacher, these characteristics are very important to be considered. Christopher Jeffery, the school’s principal of Bootham school in York highlights that there are three most important skills that should teachers have. These are having interest to talk with young people, communicate enthusiastically, and have an interest to collaborate with other people.
University of York Student
MA in Education
Teacher of Botham School
Admittedly, having an interest to communicate with pupils is the most important skills that should be owned by teachers. This is because they need to convey not only knowledge but also encourage them to be an unusual citizen. For example, when I observed English class in Bootham school, Elizabeth Gallagher-Coates, a teacher in the class was happy to talk with pupils. The materials that they learn today is storytelling and writing a letter for people.  She sometimes come visit some groups in class to ask and make sure that students understand what she said. She asked face to face and talk with them about today’s lesson. Thus, students really enjoy to study and they come up with a new insight after class. It has proven that having an intention to talk with pupils is imperative for those who tend to be a teacher.

In addition to this, Jeffery stated having a communication skill enthusiastically is another ability that teacher should possess before teaching in Bootham school. For this reason, he said several modules in the school need teacher who can encourage pupils to be really engage and participate in discussion. Taking PRE (Philosophy, Religious, Ethic) as an example. This is my second class that I observed in the school. Tracey Copestake, a teacher in this class was enthusiastic and has a huge spirit to convey an insight about the history of Christian in United Kingdom. She can encourage all pupils to speak and participate in the class to give an opinion. When she spoke and taught enthusiastically, students were more engaged in the class and have a lot of curiosity about the lesson. Moreover, this idea also is supported by Chris Kyriacou (1997), a professor of Education in The University of York, who has highlighted that one of a good teacher characteristic is clarity of explanation and teacher enthusiasm. As such, this sort of skill should be owned by prospective teacher before going to Bootham school.

Eventually, the head teacher mentioned that educators should have a tendency to collaborate with people. This skill is important to give feedback for other teacher. Although teachers are busy with their activity, they need to have a sense of improving themselves. To exemplify, the Bootham school sometimes conducts a collaboration or supervision teaching. Teacher can see and observe their friends in class. Afterwards, they come up with a notion about how to improve teaching skills. Therefore, this willingness to collaborate with others is very important as well.

In my personal perspective, I agree that these three abilities of ideal teachers should be owned by schoolteacher. These characteristics can help pupils not only improve their knowledge, but also make them to be better citizen. The purpose of Bootham school is not escorting pupils to high reputable university, but building people who can be participate in government or public life.


To sum up, although there are a vast majority of an ideal teacher, the three characteristics of educator in Bootham school can help other people who have willingness to be a teacher in school. Where possible, for those people who are learning how to be a teacher, they need to improve these three skills. 
Classroom environment

Meeting with head teacher

Senin, 24 Oktober 2016

Tips Presentasi dalam Bahasa Inggris

Oleh Asep Rudi Casmana
Episode 8
“Perfect preparation makes perfect results”
Waktu sudah menunjukan pukul 22.00 GMT di Kota York, langitpun sudah sangat gelap. Namun aku masih duduk santai di depan laptop di gedung perpustakaan University of York. Alasanku belajar di tempat ini hingga larut malam sangat simple, karena di library ada heaternya atau pemanas ruangan, sehingga meskipun cuaca dangat dingin, namun udara di dalam ruangan selalu hangat. Sebaliknya, aku kesulitan untuk belajar di akomodasi rumah, karena cuaca yang dingin masuk hingga kamar. Aku rela untuk tinggal di perpustakaan hingga larut dalam dan mengerjakan tugas. Salah satu kenikmatan kuliah di Inggris adalah perpustakaanya, ini adalah gedung yang tidak pernah tutup selama 24 jam, sehingga mahasiswa bebas mau tinggal sampai kapanpun di gedung ini.
Mulut ini tak henti-hentinya mempraktekan apa yang akan disampaikan pada minggu depan, sambil menyesuaikan dengan Yorkshire accent dan ada sedikit campuran Sunda English-nya, aku terus berusaha untuk dapat memperjuangkan supaya dapat tampil maksimal dalam presentasi minggu depan. Sejujurnya aku sangat nervous dalam presentasi ini, karena ini adalah presentasi pertama kali yang disaksikan oleh teman-teman yang lain dan dalam bahasa Inggris pula. Aku khawatir bahwa aksen sunda Indonesia ini membuat mereka tidak memahami apa yang aku maksud. Karena selama ini aku lebih banyak dikoreksi oleh orang lain mengenai pronunciation-nya. Meskipun band score speaking IELTS aku dapat 7.0, namun tetap saja Yorkshire accent harus dipelajari dan itu berbeda dengan British accent.
Seminggu sebelum presentasi dimulai, aku sudah mempersiapkan dan latihan setiap hari. Seperti yang salah satu guru saya di pare bilang bahwa “perfect preparation makes perfect result”, oleh sebab itu, aku tidak mau menyianyiakan momen pertama tampil di depan kelas ini gagal hanya karena bahasa inggris yang kacau. Sebagai mahasiswa di bidang pendidikan, presentasi dan menulis essay merupakan hal yang sangat lumrah. Itulah sebabnya kenapa yang mau masuk jurusan Education, IELTS speaking dan writingnya harus tinggi.
Sebagai informasi, aku mendapatkan tugas untuk mempresentasikan mengenai tradisi liberal masarakat Inggris dalam menghasilkan hak-hak warganegaranya pada abad ke 18, 19 dan 20. Aku menjelaskan bagaimana sejarah setiap negara untuk pertamakalinya mendapatkan hak untuk memilih, serta solusi untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan social. Bagi saya ini adalah topic yang sangat rumit, karena sebelum latihan presentasinya aja aku perlu memahami sejarah berkali-kali, namun pada akhirnya aku dapat melakukannya juga.
Tiba-tiba aku teringat khutbah jumat di Masjid University of York, namun aku lupa siapa nama orang yang menyampaikannya, yang pasti dia adalah seseorang dari timur tengah. Dalam khutbahnya ia mengatakan bahwa kita ini ada di York sebagai seorang Ambasador atau duta. Allah sudah menciptakan kita yang terbaik, oleh sebab itu kita harus melakukan dan mempersiapkan yang terbaik. Pemerintah Indonesia telah memberikan dan menyeleksi orang-orang terbaik untuk disekolahkan ke Inggris, oleh sebab itu aku harus memberikan dan melakukan yang terbaik pula. Atas dasar itu, aku tidak mau memberikan presentasi yang asal-asalan.
Sebelum persiapan presentasi, aku melakukan hal-hal yang dapat membuat semuanya menjadi perfect result. Aku bukan tipe orang deadliner, yang segalanya dikerjakan pada akhir batas pengumpulan. Namun aku tipe orang yang suka mengerjakan langsung ketika tugas itu diberikan. Oleh sebab itu, begitu dosen memberikan topic presentasi, aku langsung membaca dan memahami pokok permasalahan yang akan dipresentasikan. Kebetulan topicnya adalah mengenai sejarah hak politik dan solusi untuk menyelesaikan kesenjangan social. H-2 minggu sebelum presentasi dimulai, aku sudah siap dengan materi yang akan dipresentasikan, artinya aku sudah membaca semua materi yang akan disampaikan.
Langkah berikutnya adalah persiapan presentasi dan Yorkshire Accent. Sebagai informasi bahwa Yorkshire aksen sangat berbeda dengan British accent, apalagi American accent. Mereka berbicara agak aneh dan kurang jelas terdengarnya. Sejujurnya akupun kadang kesulitan dan pernah misunderstanding dengan dosen di kelas. As time goes on, itu dapat aku atasi dengan banyak latihan dan mendengarkan video. H-1 minggu, aku focus pada latihan dan membuat Yorkshire accent. Tujuannya adalah supaya apa yang kita sampaikan sesuai dengan apa yang tertulis di power point dan kita percaya diri. Bagi aku, latihan presentasi sangat penting, karena kita perlu mempersiapkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi, misalnya lupa tanggal, tahun, fakta dan data. Namun hal itu dapat diatasi apabila kita latihan.
Setelah materi siap, latihan juga sudah bagus, hal yang berikutnya adalah penampilan. Perlu diketahui bahwa penampilan adalah sesuatu yang pertama kali dilihat orang lain. Oleh sebab itu, usahakan ketika akan presentasi, gunakan pakaian yang terbaik yang dapat membuat orang lain terkesan dengan apa yang kita tampilkan, namun jangan terlalu berlebihan juga.
Senyum bahagia setelah sukses presentasi
Setelah semuanya sudah siap, jangan lupa berdoa. Semoga apa yang akan dipresentasikan lancar. Dan pada akhirnya, tulisan ini dibuat sebagai rasa syukur bahwa presentasi yang saya lakukan sudah sukses.

Semoga sedikit cerita ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. 

Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Minggu, 23 Oktober 2016

Tips Membaca Jurnal Internasional dalam tiga jam

Oleh Asep Rudi Casmana
Episode 7
“Sep, kalau ente males baca buku yang tebelnya segini (kurang lebih 300-400 lembar) dalam bahasa Inggris, lebih baik lo ga usah mimpi buat kuliah ke luar negeri”

University of York in the morning
Kembali ke masa saya belajar bahasa Inggris di Kampung Ingris pada tahun 2015.  Pada waktu itu, saya sedang belajar mengerjakan soal reading IELTS. Saya menyadari bahwa reading adalah salah satu masalah bagi saya. Saya tidak terbiasa membaca, jangankan jurnal internasional, artikel bahasa Indonesia saja jarang. Hasilnya, nilai IELTS saya khususnya yang reading sangatlah jelek. Salah satu hal yang saya lakukan dulu adalah menerjemahkan artikel soal reading Cambridge dari bahasa Inggris ke Indonesia. Hampir setiap hari saya lakukan mulai dari setelah solat subuh hingga larut malam, dan tak tahu waktu lagi. Suatu hari, salah satu kawan kosan saya di pare, (ia juga yang memberikan saran saya untuk dapat kuliah di University of York, dia alumni UGM) mengatakan sesuatu sangat pedas, seperti yang saya kutip diatas. Kalimat itu tidak pernah terlupakan karena saya sekarang merasakan sendiri budaya akademik di Inggris memang harus dan wajib membaca setiap harinya.

“Tiada hari tanpa jurnal internasional”

Seperti yang sudah saya sampaikan pada tulisan sebelumnya mengenai budaya akademik di Inggris, memang membaca merupakan kunci utama dalam membuka jendela dunia. Kuliah di inggris akan terasa sangat mudah kalau kita rajin membaca. Namun bagaimana cara membaca yang sangat efektif sehingga tidak dapat menyita waktu kita?
Sejujurnya, saya masih ingat waktu acara Persiapan Keberangkatan penerima beasiswa LPDP angkatan 62, salah satu pembicaranya menanyakan kepada para awardee. Pertanyaan yang sangat simple namun membuat saya sadar akan pentingnya membaca. Pertanyaannya adalah “Siapa yang suka membaca jurnal internasional minimal 5 jurnal dalam seminggu?” Banyak orang mengacungkan tangannya sebagai sebuah tanda bahwa mereka selalu ranjin membaca. Namun saya tidak pernah mengacungkan tangannya. Hingga akhirnya dia menanyakan yang suka membaca minimal satu jurnal dalam seminggu, banyak juga orang mengacungkan tanggannya. Dan hanya saya yang tidak mengacungkan tangan. Ini sungguh sangat memalukan, saya tidak pernah membaca jurnal internasional sebelum PK LPDP. (Untuk para pembaca web saya, semoga pengalaman buruk yang memalukan ini tidak terulang untuk teman-teman, mari segera lanjutkan membaca jurnal).

As time goes on, segalanya berubah. Mulai dari kejadian itu, aku sadar akan pentingnya membaca jurnal internasional. Saya mencoba untuk membuat sebuah target bahwa seminggu minimal satu jurnal, yang akhirnya saya dapat melanjutkannya. Hinggal hal itu menjadi sebuah kebiasaan.
Namun, ketika saya mulai kuliah di Inggris, rasanya tidak mungkin kalau saya hanya satu jurnal dalam satu minggu. Yang ada saya akan mati kehausan ilmu, karena tidak dapat mengikuti perkembangan di kelas. Akhirnya target saya dinaikan dengan membaca satu jurnal dalam sehari.
Pada waktu itu, biasanya saya menghabiskan waktu dalam waktu enam jam dalam satu jurnal internasional. Teman-teman saya dari Jepang mengatakan bahwa waktu 6 jam dalam satu jurnal itu sungguh sangat cepat dalam memahami sebuah jurnal yang memang itu bukan bahasa kita. Namun ternyata, saya merasa bahwa waktu itu terbuang masih sangat sia-sia apabila kita menghabiskan hanya 6 jam dalam satu jurnal. Saya ingin waktu membaca saya lebih efektif dan efisien lagi dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas keilmuan saya sehingga waktu satu tahun di Inggris ini tidaklah sia-sia. Mengingat banyaknya buku dan jurnal yang wajib dibaca setiap minggunya.
Salah satu kuncinya adalah bertanya. Saya sangat senang menanyakan kepada teman-teman lain mengenai bagaimana cara mereka membaca, mengatur waktu belajar dan mempersiapkan waktu di kelas. Kebetulan teman-teman saya berasal dari Slovakia, China, United States of America, Japan, South Korea, dan England.

Dari sekian banyak sharing dan bertanya kepada teman-teman, akhirnya saya dapat menemukan sebuah cara yang dapat membuat saya bisa membaca jurnal internasional dalam waktu 3 jam saja untuk memahaminya. Ini sungguh pencapaian yang sangat luar biasa, saya sangat senang karena kini dalam sehari saya dapat membaca lebih dari satu jurnal Internasional. Bagaimana caranya? Berikut ini adalah cara saya membaca jurnal internasional hasil dari diskusi dengan teman-teman yang sudah terbiasa dan senang membaca.

Langkah pertama adalah siapkan catatan terlebih dahulu. Membaca tanpa menulis adalah tidak berguna, justru hal yang dapat menambah pengetahuan kita adalah dengan menuliskan kembali apa yang sudah kita tuliskan. Namun bagaimana cara menuliskan rangkuman yang dapat mudah dipahami? Jadi, setiap lembar buku catatan kita perlu dibagi menjadi tiga bagian, seperti yang terlihat digambar yang saya cantumkan ini. Bagian yang paling tengah itu adalah catatan utama kita. Disini kita perlu menuliskan rangkuman dari setiap paragraph yang sudah kita baca. Dalam satu paragraph cukup satu atau maksimal dua kalimat dan itu adalah kalimat kita sendiri, tanpa copy paste dari jurnal yang kita baca. Kemudian pada bagian sebelah kanan yang agak sedikit, itu diisi dengan data dan fakta dari jurnal yang kit abaca. Misalnya ada data statistic, atau teori yang penting yang harus kita tulis dan hafalkan. Tentunya yang sangat penting saja, tidak semua data atau teori yang kita temukan harus dituliskan disitu. Dan yang terakhri adalah pada kolom yang bawah, itu adalah catatan dari dosen ketika kuliah. Apabila dalam diskusi dengan teman dan dosen, mereka menemukan sebuah pengetahuan yang baru, langsung ditulis di kolom bawahnya.

Pembagian tiga dan bagian utama yang harus ditulis

Cara note-taking bagian kedua dan seterusnya

Langkah yang kedua adalah menuju jurnal internasional yang sudah siap kita baca. Sebelum membaca jurnalnya, di lembar pertama yang sudah kita buat bagi tiga tadi, tuliskan reference atau bibliography nya, seperti misalnya nama penulis, judul jurnal, tahun terbit, institusi dan yang lainnya. Ini sangat penting mengingat nanti ketika kita diskusi atau bicara dengan orang lain, kita memiliki data dan faktanya. Berikutnya adalah sebelum membaca, kita tuliskan structure dari jurnalnya, mulai dari Introduction hingga conclusion. Tuliskan setiap sub judul yang akan dibaca lebih dahulu, ini fungsinya untuk memahami secara keseluruhan mengenai isi jurnal yang akan kit abaca.
Langkah ketiga adalah membaca bagian yang terpenting dalam jurnal. Bagi saya, bagian terpenting jurnal adalah Abstract, Introduction, Methodology dan Conclusion. Nah keempat bagian itu perlu berkali-kali dibaca, hingga kita benar-benar paham mengenai isi jurlanya karena inti dari jurnal ada pada empat bagian itu.
Langkah terakhir adalah note-taking atau mencatat bagian bagian penting. Seperti yang awal sudah saya katakana bahwa menuliskan ide yang sudah kita baca sangatlah penting, namun bagaimana cara menuliskanya itu perlu strategi. Usahakan maksimal satu paragraph adalah satu kalimat kita sendiri, tuliskan dan rangkum dengan menggunakan kalimat sendiri. Salah satu ciri bahwa kita sudah memahami isi dari setiap paragraph adalah kita dapat menuliskannya sendiri. Begitu dan seterusnya ketika membaca bagian yang lain.
Langkah terakhir adalah hilangkan pengganggu. Usahakan kita dalam kondisi yang sangat tenang dan nyaman ketika membaca. Kalau bacaannya sudah mulai serius seperti jurnal internasional, alangkah baiknya menonaktifkan handphone selama waktu membaca. Atau minimalnya mematikan paket data internet, terkadang notifikasi facebook atau social media yang lainnya selalu menghilangkan kenikmatan dalam membaca.
Pada akhirnya, saya mendapatkan hobi baru yang dapat membuat saya sangat tenang dan nyaman. Saya selalu bahagia ketika berhasil menyelesaikan dan membaca salah satu jurnal internasional. Karena pada dasarnya salah satu hasil dari pendidikan adalah bertambahnya ilmu pengetahuan dan berubahnya pola perilaku, dan jurnal internasional sudah berhasil merubah pola pikir dan perilaku saya secara perlahan.
Semoga tips membaca jurnal ini dapat bermanfaat.

Beautiful autumn in University of York


Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Sabtu, 15 Oktober 2016

Satu menit yang sangat berharga

Oleh Asep Rudi Casmana
Panorama Inggris

Episode 6

Waktu menunjukan pukul 07.30 AM di Inggris. Cuaca pagi ini lumayan sangat dingin karena weather forcaster menunjukan bahwa cuaca di luar adalah 8 drajat celcius. Aku langsung berbegas menuju dapur dan memasukan nasi yang sudah mateng kedalam box yang sudah aku bersihkan. Aku sendiri juga sudah rapih dengan jaket tebal berwarna hitam, celana jeans biru, kain syal cokelat untuk menghangatkan leher. Tak lupa sepatu kesayangan yang hanya satu-satunya aku pakai disini. Hari ini aku sangat senang karena akan pergi ke sebuah kota yang memiliki situs sejarah di Inggris, yaitu Lancaster Castle.
Setelah semuanya sudah siap masuk tas, aku menyadari bahwa kereta dari York ke Lancester akan berangkat pukul 08.40 AM, teman-teman pun sudah mengingatkan bahwa mereka semuanya sudah dalam perjalanan menuju York Train Station. Ku pikir, jarak dari rumah ke stasiun sangat dekat, dalam waktu 10 menit aku dapat sampai ke York Train Station, sehingga rencanaku ke stasiun akan berangkat pada pukul 08.15. Dengan hati yang sangat senang, aku lalu berjalan dengan santai menuju bus stop yang ada di Fulford Road, tepat di depan rumah.
Hati ini mulai panic ketika melihat tidak ada bus yang akan menuju stasiun. Pilihannya hanya satu, aku naik Selbi Bus yang sama-sama menuju city center namun aku harus jalan kaki sedikit. Namun itu pun aku harus menunggu dulu selama tujuh menit. Dan ternyata benar, bis datang tepat waktu sesuai dengan prediksi bahwa 7 menit bis akan sampai di tempat aku menunggu.
Selama dalam bis, aku sangat panic karena takut ketinggalan kereta. Begitu bis sampai di city center, aku langsung bergegas lari secepat-cepatnya menuju train station. Aku hanya memiliki waktu sekitar 8 menit untuk dapat sampai ke Train Station. Tanpa memikirkan apa apa lagi, aku lari sekencang-kencangnya. Rasa bahagia untuk dapat menikmati keindahan Lancaster Castle pun agak sedikit memudar.
Hati kembali senang ketika gedung stasiun sudah terlihat. Tiba-tiba temanku nelphon bahwa keretanya ada di Platform 4. Kembali aku terus berlari hingga jantung ini terus berdegup kencang.
Tepat pukul 08.41, kereta di Platform 4 sudah tidak ada. Bahkan batang ekornya pun sudah tidak terlihat, kini Platform 4 hanya tinggal feron saja. Ku pikir, aku akan sampai di kereta sebelum pukul 08.40 namun ternyata aku terlambat satu menit. Karena aku sangat lelah berlari, aku langsung duduk sebentar lalu kembali pulang ke rumah.
Liat itu keretanya udah pergi
Inggris memang Negara yang sangat menjunjung tinggi tepat waktu. Aku masih ingat ketika pre-departure di Hotel Intercontinental di Jakarta sebelum berangkat ke York, salah satu international officernya pernah bilang “Please, Please, be on time. British people never give any excuse for people coming late even just one minute” dan itu ternyata benar, aku merasakan sendiri sekarang bahwa mereka sangat-sangat menjunjung tinggi yang namanya tepat waktu. Menskipun hanya satu jam.
Semenjak terbang dari Jakarta menuju Manchester, aku sudah canangkan dalam diri ini bahwa aku tidak akan terlambat. Dari rumah aku sudah bertekad dalam diri ini bahwa, setiap aktivitas perkuliahan, minimal 30 menit sebelum belajar dimulai, aku sudah di kelas. Namun sayangnya implementasi itu baru di dalam dunia perkuliahan saja.
Biasanya, aku selalu jadi orang pertama atau kedua yang datang ke kelas. Ketika perkuliahan dimulai pukul 09.00 AM di pagi hari, aku sudah siap berada di kelas dari pukul 08.30 AM dan langsung mendapatkan kursi belajar paling depan. Hal itu terus aku lakukan setiap hari hingga saat ini. Dari rumah, pukul 08.00 AM semuanya sudah siap dan aku sangat bersemangat untuk menerima materi dari dosen.
Namun ternyata aku perlu belajar lagi dari waktu. Aku harus meningkatkan kapasitas diri ini supaya tidak terlambat dalam hal apapun. 30 menit sebelum aktivitas dimulai itu sangat nyaman dan cocok untuk dapat diterapkan dalam segala hal, termasuk untuk hal-hal yang sangat krusial seperti keberangkatan kereta dan perkuliahan ini.
Ini stasiunnya sangat cantik
“Time is money”
Ya ungkapan itu sangat cocok dengan apa yang sudah aku lakukan hari ini. Gara-gara satu menit, uang ku sudah hilang banyak dan tidak dapat kembali lagi. Namun pada dasarnya setiap kesalahan itu pasti ada hikmahnya. Ini adalah pengalaman buruk aku di Inggris. Aku menyadari bahwa ini adalah bagian dari ujian tuhan supaya qualitas hidupku meningkat dan tidak terlambat lagi dalam setgala hal.
Tiba-tiba aku teringat ungkapan salah satu dosen di UNJ, ia pernah mengatakan bahwa aku lebih baik datang 1 jam lebih awal daripada datang terlambat satu menit. Ya itu memang sangat benar, aku merasakan betapa ruginya satu menit gara-gara terlambat.
Ini Platform 9 3/4 alias tempatnya menuju ke Hogward
“Mungkin Allah punya rencana lain untuk aku hari ini”
Meskipun aku tidak dapat menikmati keindahan dan belajar dari sejarah Lancaster Castle, tapi aku menyadari bahwa hari ini ada hal-lain yang harus aku lakukan. Dan itu memang benar. Semoga pengalaman buruk aku ini tidak dapat terulangi lagi, dan teman-teman yang membaca web ini dapat mengambil hikmah dari satu menit yang sangat berharga ini.
Happy weekend, jangan lupa bahagia hari ini.

“Cheers”


Mirip sama Harry Potter



Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang sangat berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Jumat, 14 Oktober 2016

Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?

Oleh Asep Rudi Casmana
Panorama Inggris


Episode 5

Pagi ini langit terlihat sangat mendung, dan perlahan air pun turun dari langit hingga membasahi kota York. Sebuah kebiasaan yang selalu aku lakukan adalah melihat perkiraan cuaca melalui telephon genggam. Cuara menunjukan tingkat kedinginanya adalah 5 drajat celcius. Ah, sudah biasa, akhir akhir ini sedang terjadi pergantian musim dari summer menuju Autumn. Sehingga cuacanya semakin mendingin, orang bilangnya bahwa titik terdinginnya antara bulan desember dan januari. Namun bagiku ini sudah cukup sangat dingin, karena ini sangat berbeda jauh dengan kehidupan cuacaku baik di Jakarta, Kediri maupun subang yang selalu menyentuh angka 30 derajat.

Seperti biasa, sarung tangan sudah siap, kain scraft sudah melilit di leher dan jaket tebal sudah terpakai. Tak lupa juga didalamnya ada dua lapis kaos sudah siap kupakai. Karena aku ada kuliah pagi, sehingga aku langsung mengendarai sepeda kerenku menuju kampus. Di Inggris, kelas terpagi biasanya dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 18.00 sore hari.

Sistem perkuliahan di Inggris memang sungguh sangat berbeda dengan di Indonesia. Aku masih dalam proses adaptasi menuju budaya akademik yang sangat khas ini. Pada awalnya, aku agak kelabakan dan kesulitan mengikuti ritme gaya belajar yang sudah disusun oleh dosen-dosen di Inggris, namun perlahan aku dapat mengikutinya dengan baik.

Secara umum, kuliah master degree di Inggris dilaksanakan selama satu tahun atau tepat dua belas bulan. Namun ada juga beberapa jurusan yang memang mengharuskan dua tahun untuk kuliah. Kalau ditempatku, jurusan yang aku ambil adalah MA in Global and International Citizenship Education dilaksanakan selama dua belas bulan. Di Indonesia, istilah yang kita biasa dengar adalah semester dan satu tahun dibagi menjadi dua akademik semester. Sedangkan di Inggris, istilahnya adalah “Term” dan satu tahun terbagi menjadi 3 term. Biasanya dimulai pada bulan September hingga desember itu namanya Autumn Term, kemudian berikutnya Januari hingga April dinamakan Spring Term, dan terakhir Mei hingga Agustus dinamakan Summer term.
Jumlah kredit kuliah yang diambil untuk memperoleh gelar master degree di Inggris yaitu sebanyak 180 SKS, yang mana setiap mata kuliah atau disini istilahnya modul adalah 20 SKS. Pada Autumn term ini saya hanya mendapatkan tiga modul atau mata kuliah yang terdiri dua modul wajib dan satu modul pilihan. Karena saya mahasiswa internasional, ada tambahan kelas bahasa inggris 2 kali dalam seminggu. Sehingga total saya memiliki lima kali pertemuan. Selain itu, adalagi namanya seminar. Seminar disini bukan seminar seperti di Indonesia yang diikuti banyak peserta, namun seminar disini adalah kewajiban setiap minggu yang diikuti oleh kelompok kecil. Satu orang dosen maksimal Sembilan orang mahasiswa untuk seminar, sehingga diskusinya menjadi lebih nyaman.

Apa saja yang dilakukan di kelas? Dan apa yang membuat mahasiswa di Inggris sangat sibuk?

Jadi begini, di Inggris ini, sebelum masuk perkuliahan, dosen memberikan judul buku atau jurnal internasional yang WAJIB dibaca. Sebelum masuk kuliah, seluruh mahasiswa sangat sangat sangat diwajibkan membaca dulu buku-buku yang diberikan oleh dosen. Biasanya sekitar 3 sampai 10 buku yang wajib dibaca sebelum kuliah per mata kuliah. Selain buku, untuk persiapan seminar, biasanya kita bedah jurnal internasional, dimana kita benar-benar wajib membaca jurnal internasional.

Apa akibatnya kalau kita tidak membaca buku atau jurnal?
Akibatnya argumentasi kita di kelas sangat lemah dan kita tidak dapat mengikuti perkuliahan. Sebagai mahasiswa internasional, aku sangat menyadari bahwa kemampuan bahasa inggris sangat lemah, kadang logat Yorkshire disini sangat sulit untuk dipahami. Oleh sebab itu, membaca buku yang diwajibkan oleh dosen sebelum masuk kuliah itu sangat membantu aku dalam menyerap materi pelajaran di kelas.

Hal yang paling membuat aku senang adalah seminar. Seminar ini hanya diikuti oleh 9 orang mahasiswa saja dan satu orang dosen yang sangat expert. Seminggu sebelum dilaksanakan seminar, dosen memberikan judul jurnal yang harus dicari dan dikaji dulu. Setelah itu, ditelaah bareng-bareng mulai dari metode, hingga kongklusinya. Disini, critical thinking mahasiswa benar-benar diuji. Kalau tidak membaca, maka tidak dapat mengikuti seminar apa yang sedang dibicarakan oleh teman-teman di kelas.
Selain itu, setiap mahasiswa memiliki akses menuju website namanya Yorkshire Virtual Learning Environment (VLE). Itu adalah sumber informasi yang di update oleh dosen. Judul buku apa saja yang harus dibaca, jurnal apa saja yang harus di download, dan semua info perkuliahan ada disana. Mungkin ungkapan yang tepat untuk mahasiswa inggris adalah “Tiada hari tanpa membaca Jurnal”

Selain itu, aku sangat suka dengan system perkuliahan di Inggris karena setiap aktivitas di kelas di rekam. Seluruh pembicaraan dosen selama dua jam itu direkam dan rekamannya langsung di upload ke website Yorkshire VLE. Sehingga itu sangat membantu aku ketika ada hal-hal yang tidak kumengerti karena kendala bahasa. Karena semuanya sudah tersedia dan difasilitasi oleh para dosen. Mereka sudah sangat paham dengan kondisi mahasiswa Internasional.

Hal lain yang menjadi tantangan mahasiswa di Inggris adalah Writing. Setiap mingu, aku diwajibkan untuk menulis sebanyak 300-400 kata mengenai topic-topik hangat yang sudah ditentukan oleh dosen. Namun tentu saja aku tidak dapat menulis tanpa membaca referensi atau buku terlebih dahulu, karena hal itu akan menjadi sangat berbahaya. Biasanya, selain menuliskan topik esay mingguan, dosen juga menyediakan judul jurnal dan link kasus berita yang sesuai dengan topic yang harus ditulis. Sehingga membaca dan menulis adalah keharusan mahasiswa di Inggris.

Mengenai ujian akhir term nya, ada dua tipe ujian. Pertama adalah ujian akhir tutup buku atau close-book examination. Dan yang kedua adalah menulis sebanyak 4000-5000 kata. Dua modul yang aku ambil ujiannya adalah menulis sebanyak 5000 kata dan satu modul adalah ujian biasa. Ini merupakan tantangan para mahasiswa inggris. Juga yang membuat inggris sangat menjungjung tinggi integritas antara mahasiswa dan dosen untuk menghindari kolusi adalah, di setiap lembar ujian tidak ada nama mahasiswa. Sehingga setiap tulisan yang kita kirim hanya berisi nomor ujian dan nomor peserta kita saja. Tanpa ada namanya. Sehingga dosen menilai kapasitas mahasiswa sesuai dengan pekerjaan dari apa yang sudah mereka tulis.

Mungkin cukup sekian dulu sepintas mengenai perkuliahan di Inggris, kedepan aku akan share mengenai kehidupan mahasiswa lebih detailnya lagi. Apa saja yang dilakukan mahasiswa pada saat jeda perkuliahan dan yang lainnya. Semoga dapat bermanfaat dan memberikan gambaran buat mereka yang mau kuliah di Inggris.

Link:
Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Minggu, 18 September 2016

Ramahnya orang Yorkshire, Inggris

Oleh Asep Rudi Casmana
Panorama Inggris

Episode 4

Kedua mobil yang berasal dari sebelah kanan dan kiri aku tiba-tiba berhenti di tengah jalan, dan hal itu diikuti oleh beberapa mobil dibelakangnya. Dari dalam kaca mobil, ada orang duduk paling depan sambil memegang setir mobil berwarna putih. Sambil tersenyum, driver mobil itu mengangkat tangan kanannya sebagai pertanda bahwa ia mempersilahkan aku dan para pejalan kakinya untuk menyebrangi jalan. Hal itu aku temui hampir disetiap sudut di Kota York, baik itu di pinggiran, di pusat kota ataupun di kampus.

Jika kamu datang dan berkunjung ke York, hal seperti ini yang akan ditemui ketika kita akan menyebrang jalan. Orang-orang penduduk Inggris, khususnya di Kota York sangat menjunjung tinggi dan menghargai para pejalan kaki. Mereka yang mengendarai mobil ataupun kendaraan bermotor lainnya rela untuk berhenti sejenak demi untuk mempersilahkan pejalan kaki melintasi jalannya. Aku sangat senang dengan budaya seperti ini, karena mereka benar-benar mengharai siapapun itu yang sedang berjalan kaki.

Di Inggris, khususnya di York, aktivitas utama orang-orang adalah jalan kaki. Mereka sudah terbiasa untuk jalan dengan jarak yang berkilo-kilo. Langkah mereka sangat lebar, sehingga dapat berjalan cepat. Jarak dari tempat akomodasi aku ke kampus-pun tidak terbilang jauh, karena dapat ditempuh dengan jalan kaki. Jika kita tarik starting poinnya Halte Transjakarta UNJ, mungkin untuk dapat menempuh ke kelas yaitu di department of education sama seperti berjalan kaki hingga halte Pasar Genjing di dekat matraman.
Mesin dan tombol yang harus ditekan ketika menyebrang jalan
Saya sangat heran dengan orang-orang yang ada di Inggris ini, mengapa mereka berjalan sangat cepat? Hamper setiap mereka jalan kaki, aku selalu terkejar olehnya, padahal sebelumnya mereka berada jauh di belakang kita. Suatu hari, ketika aku berjalan pulang dari kampus menuju rumah, aku berjalan sendirian di trotoar. Lalu tiba-tiba seseorang dengan tubuh yang lebih tinggi dariku, dengan rambut yang blond panjang dan bermata biru berjalan disampingku dan berusaha untuk melewatiku. Namun aku tidak mau dikalahkan, aku terus berjalan dengan cepatnya supaya tidak dapat tersusul oehnya. Namun ternyata meskipun aku sudah mengeluarkan kecepan maksimal dengan langkah yang cepat, ia masih tetap dapat menyusulku dan akhirnya aku berada di belakangnya. Dari situ aku dapat menarik kesimpulan bahwa langkah mereka sangat lebar ketika berjalan kaki, sehingga meskipun ayunannya tidak cepat tapi mereka dapat dengan cepat menuju tmpat tujuannya tanpa melihat seseorang yang berada disampingnya.
Traffic light di Kota York
York ini merupakan sebuah kota kecil yang sangat indah. Semuanya serba dekat, baik dari city center menuju kampus, dari kampus ke rumah atupun dari rumah menuju kota. Semuanya dapat ditempuh dalam waktu yang tidak lebih dari sepuluh menit dengan menunakan bis. Meskipun demikian, alat transportasi utama yang murah dan dapat dipakai kemana-mana adalah sepeda. Sepeda disini sangat murah, karena dapat membeli sepeda-sepeda yang second hand atau yang bekas pakai. Dengan menggunakan sepeda, orang-orang dapat menuju kemana-mana dengan mudah, dan tentunya jangan khawatir di tengah jalan, orang-orang akan membantu dan berhenti ketika ada seseorang yang ingin menyebrang dengan menggunakan sepedanya.


Ketika seseorang ingin menyebrang jalan, orang itu dapat menekan tombol yang ada di traffic light nya. Kemudian tunggu sebentar hingga tanda jalan dapat muncul, jika ini sudah muncul maka orang itu dapat berjalan kaki atau membawa sepedanya untuk dapat menyebrangi jalan. 


Orang sedang mengantri menunggu lampu berwarna merah.

Sepedah di taman York

Seoeda di Castle Museum of York

Museum York
Sepeda sehat mahasiswa baru York

Sepedah sehat sore hari
Sepeda baru

Bahagia itu mudah

sepeda santai di Kota York


Link:
Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris

Rabu, 14 September 2016

Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris

Oleh Asep Rudi Casmana
Panorama Inggris
Episode 3

Dear Asep, I will pick you up at about 07.30 for going to the mosque. We will pray together, therefore you should be ready in front of the house” sebuah pesan yang sangat membuat saya kaget tiba-tiba masuk ke inbox ini.

Ditengah-tengah kebingungan mengenai dimana lokasi masjid untuk melaksanakan ibadah sholat idul Adha, aku merasa sangat senang karena mendapatkan pesan dari seseorang bahwa ia akan menjemputku untuk sholat berjamaah di masjid pusat kota. Dan ternyata pesan itu datang dari yang punya kost ku di Inggris. Aku merasa sangat beruntung karena memiliki landlord seorang muslim dan ia sangat baik. Di Inggris, khususnya di kota York, pelaksanaan Ibadah sholat Idul adha dilaksanakan pada pukul 08.00 WIB (di Indonesia ini sekitar pukul 14.00). Meskipun sholat sendiri dan jauh dari keluarga dan baru satu hari mengenai landlord, kami sudah merasa ada ikatan khusus selayaknya keluarga. Aku sungguh sangat beruntung.

Sebenarnya ini bukan kali pertamanya aku melaksanakan ibadah sholat Idul adha tidak bersama keluarga, tahun lalu aku melaksanakan sholat ini di Pare, karena alasan belajar bahasa Inggris, beberapa tahun kebelakang juga aku lebih sering melaksanakan sholat Idul Adha di Jakarta. Hal ini bukan berarti aku tidak mau berkumpul bareng bersama keluarga, namun aku ingin mencari suasana dan pembelajaran yang baru dimana aku tinggal sekarang. Seperti yang diungkapkan oleh Imam Syafe’I mengenai merantau, ia bilang bahwa dengan merantau, kita akan mendapatkan pengganti keluarga dan kerabat yang ditingalkan ditempat perantauan. Dan ternyata itu benar, aku sudah membuktikannya. Disini, meskipun sangat jauh, yang jaraknya kira-kira 13.000 mil, aku merasa menemukan sebuah kehidupan baru dan kehangatan ibadah sholat Idul adha.

Selasa, 13 September 2016

Ketika “Pete” Indonesia dimakan orang Yunani

Oleh Asep Rudi Casmana

Panorama Inggris
Episode 2

What kind of this food?” sambil duduk di meja makan yang besar dan memegang buah pete, lalu tiba tiba dia mengunyahnya hingga habis.

This food called pete, but I don’t know what it is in English” dengan semangat dan sumringah aku berusaha menjelaskan buah pete dan pertumbuhan penyebarannya di Indonesia.

Alright, this seems good, I like it” dengan mukanya yang senyum sambil menikmati pete yang baru saja dia makan.

However, If you consume this food too much, your breath will be so smell when you talk to someone” sambil ketawa aku menyampaikan hal ini kepada abrar (bukan nama asli) orang Yunani ini.

Suasana kehangatan makan malam kami menjadi lebih nikmat ketika aku berbagi makanan ternikmat di Indonesia ini kepada temanku orang Yunani. Aku tinggal di sebuah rumah sederhana di Kota York, rumahku ini bisa dikatakan kos kosan kalau di Indonesia, namun isinya sangat beragam. Didalam rumah ini kawan kost ku ada mahasiswa Yunani, Iran dan yang lainnya. Aku sengaja memilih tempat kost yang suasananya internasional, bukan berarti aku tidak mau kenal sama orang Indonesia di York, tapi aku ingin belajar cara pergaulan internasional dan memperkenalkan budaya-budaya Indonesia melalui cara-cara sederhana ini.

Aku sudah bulatkan tekad bahwa selain belajar dan menuntut ilmu di York, aku akan menjadi seorang duta Indonesia dan islam. Aku sadar bahwa disini orang mulim dan Indonesia menjadi sangat minoritas, jumlah orang Indonesia di York sangat sedikit, tidak lebih dari 40 orang yang tersebar disetiap pelosok kota York. Meskipun sedikit dan minoritas, aku sangat senang sekali bisa berkenalan dengan banyak orang Eropa disini. Dan itu adalah misi aku di Inggris, menjadi duta Indonesia dan islam. Aku berusaha menunjukan nilai-nilai ke Indonesiaan dan keislaman, tidak hanya dalam berperilaku, tetapi juga dalam hal makanan.

Sehari sebelum keberangkatan ke Inggris, aku seempatkan untuk membeli dua makanan ternikmat di Indonesia yaitu pete dan jengkol serta beberapa bumbu asli Indonesia sebagai senjata selama beberapa hari di Inggris. Aku sudah bertekad dari awal bahwa aku ingin memperkenalkan budaya-budaya Indonesia yang salah satunya adalah makan pete dan Jengkol. Bagiku, kedua makanan itu sangat nikmat, yang penting cukup ada pete, jengkol dan sambel terasi, makan apapun akan terasa sangat nikmat. Namun sayangnya bagasi Garuda hanya membatasi maksimal 30 KG, sehingga aku tidak dapat membawa makanan banyak di bagasinya, beruntung pete dapat aku bawa ke Inggris.
Bumbu dapur khas Indonesia dan pete Subang

Ketika anak-anak muda mulai meninggalkan pete dan jengkol atau bahkan gengsi dengan kedua makanan itu, aku bahkan merasa bangga bahwa kedua makanan itu disukai orang Eropa yang salah satunya adalah temanku dari Yunani ini. Mungkin jika kita ekspansi pete dan jengkol ke Eropa, ini akan menjadi sebuah bisnis yang sangat besar, karena setau saya pohon ini banyak tumbuh di Indonesia.

Aku juga teringat pesan dari bapak Lukmanul Hakim, seorang kepala divisi keuangan dan akuntansi LPDP pada saat acara persiapan keberangkatan. Ia mengatakan bahwa kalian (penerima beasiswa lpdp) adalah seorang duta Indonesia, perkenalkan Indonesia sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa Internasional. Buat mereka tertarik untuk mempelajari Indonesia. Sehingga itu membuat aku menjadi tambah bersemangat untuk menjadi duta muda Indonesia.

Berbicara mengenai makanan, memang untuk sekolah di Inggris ini kemampuan untuk memasak sangat diuji. Bagi siapapun yang memiliki rencana untuk kuliah di Inggris, baik laki-laki maupun perempuan wajib bisa memasak. Keadaan di sini sangat jauh berbeda dengan Indonesia yang ketika keluar rumah kanan-kiri langsung ada warteg atau burjo. Disini, tempat makannya adalah restaurant yang sangat mahal dan lokasinya jauh di city center. Apabila kita tidak dapat memasak, maka hal itu akan membuat hidup terasa berat dan kesulitan untu makan. Beruntung aku dapat memasak mulai dari makanan yang biasa hingga makanan yang ternikmat (versi diri sendiri), sehingga aku tinggal datang ke Aldi supermarket untuk belanja makanan keperluan dasar, dan tinggal memasaknya di dapur. Aku sangat senang karena rumah ini memiliki dapur dengan fasilitas yang sangat modern, seperti kompor listrik, penyedot asap, kulkas, microwave, mesin cuci, mesin pengering pakaian dan yang lainnya, ini adalah rumah yang firnished.

Dengan mimiliki sedikit banyak memapuan memasak, apapun menjadi nikmat, dan kita dapat mempromosikan makanan Indonesia ke kancah Internasional. Harapannya setelah mereka makan masakan kita, mereka akan tertarik dan berkunjung ke negara terbesar di Asia tenggara ni.

Aku juga bersyukur bisa berada di lokasi yang sedikit populasi Indonesia dan muslimnya, sehingga disini aku benar-benar merasakan hidup menjadi kaum minoritas.  Banyak hal yang dapat kupelajari dari kehidupan minoritas ini, meskipun baru beberapa hari tinggal disni. Namun aku sangat senang karena mereka tidak pernah membeda-bedakan orang dari mana asalnya dan agamanya, apalagi mengatakan seseorang bahwa ia adalah kafir. Mereka benar-benar menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, dan menghargai persamaan. Ada yang sangat hitam, sawo matang, sangat putih, semuanya ada di kosan aku yang sekarang ini. Aku merasa hidup menjadi lebih berarti ketika dapat bersanding dan bergaul dalam suasana internasional tanpa melihat darimana kita asalnya.

Suasana dinner kami menjadi lebih hangat, meskipun cuaca diluar rumah mencapai 16 drajat. Bagi aku ukuran cuaca segitu sudah sangat dingin. Namun karena keceriaan dan keberaganagn dan kehangatak didalam rumah, semuanya terasa sangat nyaman dan hangat. Aku benar-benar merasakan kehidupan dan keluarga baru dengan bertemunya orang Iran dan Yunani ini. Ini sesuai dengan pernyataan Imam Syafi’I yang mengatakan bahwa salah satu hikmah merantau, kita akan dipertemukan dengan kawan dan keluarga yang baru, dan aku benar-benar merasakan hal itu. Jangan takut untuk pergi keluar rumah, jangan takut untuk pergi merantau, jangan takut jauh dari keluarga. Karena aku telah membuktikan untuk belajar yang sangat jauh ke negeri Inggris yang perbedaan waktunya lebih dari 6 jam dengan Indonesia. So far, aku merasa sangat enjoy dan nyaman dengan kehidupan internasional ini.


Semoga yang membaca tulisanku ini dapat merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Amin. 
Ini meja makan tempat kami berkumpul makan malam satu kosan

Ini kompor listrik dan mesin penyedot asap

Pete yang sangat nikmat

Link:
Episode 1 Sepucuk Surat dari Manchester
Episode 2 Ketika pete Indonesia dimakan orang Yunani
Episode 3 Indahnya Sholat Idul Adha di Inggris
Episode 4 Ramahnya orang Yorkshire, Inggris
Episode 5 Gimana kehidupan mahasiswa S2 di Inggris?
Episode 6 Satu menit yang berharga
Episode 7 Tips membaca jurnal internasional
Episode 8 Tips presentasi dalam bahasa Inggris