I'm Asep Rudi Casmana: Katanya Indonesia satu, kok berantem?

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Jumat, 25 Maret 2016

Katanya Indonesia satu, kok berantem?

Oleh Asep Rudi Casmana

Indonesia merupakan sebuah negara multikultural. Hal ini diperlihatkan dengan banyaknya pulau-pulau, bahasa daerah, suku, ras, agama serta hal-hal lainnya yang telah membuat bangsa ini sebagai sebuah negara yang kaya akan segala-galanya. Penduduknya yang sangat ramah juga telah membuat para pengunjung dari luar negeri merasa nyaman ketika tinggal dengan masyarakat lokal. Keberagaman dan multikultural tersebut akan menjadi sebuah kekayaan dan harta yang sangat berharga yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya, namun hal itu juga dapat menjadi sebuah konflik yang dapat membuat Indonesia menjadi negara yang terpecah-belah.

Semenjak dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa ini telah mengalami berbagai fenomena yang dapat mempengaruhi persatuan dan kesatuannya. Tragedi tersebut khususnya menyangkut masalah sara, mulai dari deportasi ribuan etnis China pada saat era orde baru, hingga konflik antar agama.

Jika melihat beberapa tahun ke belakang, masih sangat segar dalam ingatan bangsa Indonesia ketika tragedi Poso dan Sampit mewarnai negeri ini. Pada saat itu, perpecahan terjadi karena permasalahan agama khususnya antar pemuda di daerah itu terus megalir hingga berjatuhan korban. Banyak media yang mempublikasikan para korban yang sudah menjadi mayat. Tubuh yang telah berlumuran darah merah yang keluar dari uratnya, hingga korban yang hilang kepalanya entah kemana tengah menggemparkan bangsa ini.

Mayat-mayat yang tergeletak dengan kucuran darah tersebut telah banyak diklaim oleh media bahwa itu adalah orang yang beragama Islam. Namun disisi lain, ada banyak media juga yang memberikan label bahwa korban itu berasal dari agama Kristen. Padahal, tidak ada bukti berupa kartu identitas yang sangat kuat bahwa mereka berasal dari salah satu agama. Yang jelas, mereka adalah bangsa Indonesia, mereka adalah saudara-saudara kita semua. Orang yang dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, orang yang memiliki ciri-ciri kulit dan rambut yang sama.

Konflik-konflik antar agama dan ras tersebut bukan berarti telah redam dan tidak akan muncul kembali. Jika ada orang yang mencoba untuk mengobarkan bara api konflik itu, maka akan terulang kembali. Saat ini, banyak media yang mulai memanfaatkan momen pemilihan kepala daerah Gubernur DKI Jakarta sebagai cara untuk mengobarkan bara api konflik antar agama dan antar suku. Orang-orang yang terlibat dalam permainan ini pun berasal dari mulai kalangan borjuis hingga kalangan priyai bahkan ada juga kalangan akademisi. Mereka berusaha untuk menyalakan konflik yang dapat mengulangi tragedi-tragedi yang menyedihkan yang tengah terjadi di Indonesia.

Sebagai seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan, saya berasumsi bahwa hal itu telah terjadi karena kurangnya pahamnya terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia khususnya sila pertama. Proses pengejawantahan Pancasil akan mempersuasi orang-orang untuk dapat meredam konflik bahkan menimbunnyaa hingga hal itu tidak terjadi kembali.
Yudi Latif dalam bukunya Mata Air Keteladanan mengatakan bahwa di Indonesia ini terdiri dari banyak agama yang masing masing dari kelompok itu memiliki keyakinan bahwa mereka semuanya merasa paling benar. Namun dari perbedaan-perbedaan itu ada sebuah titik temu yang bernama “kaidah emas” atau golden rule yang menyatukannya. Secara negatif makna dari kaidah tersebut adalah “janganlah engkau berbuat sesuatu kepada orang lain, yang engkau sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu”. Sedangkan dalam kalimat positifnya adalah “cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri”

Dari pernyataan Yudi Latif terebut sudah sangat jelas bahwa untuk menjaga keberagaman, persatuan dan kesatuan Indonesia, perlu adanya pengejawantahan terhadap Pancasila terutama sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa. Hal ini akan membuat orang hidup rukun antar umat beragama, sehingga konflik-konflik seperti yang sudah terjadi tidak akan terulang. Kejadian seperti ini juga diasumsikan bahwa apabila seseorang sudah menjungjung tinggi toleransi dan tenggang rasa, maka mereka akan memperlakukan orang lain yang berbeda kelompok seperti mencintai dirinya sendiri. Mereka juga tidak akan memperlakukan orang lain seperti apa yang tidak ia inginkan.

Jika mengutip pernyataan Sjafrudin Prawiranegara, Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang berdiam di istana Bukit Tinggi mengatakan bahwa di Indonesia ini tidak ada barat dan tidak ada timur, tidak ada islam dan tidak ada Kristen, tidak ada hindu dan tidak ada budha kalau mereka berlomba-lomba berbuat baik kepada Tuhan Yang Maha Esa. Baik itu dari agama apapun, semuanya sama. Yaitu sama-sama untuk mencari kebaikan baik itu kepada sesama umat manusia ataupun kepada tuhannya.

Oleh sebab itu, marilah kita sama-sama menjadikan pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Dengan adanya pemahaman mendalam mengenai Pancasila, orang-orang akan berusaha menghormati dan toleransi kepada orang lain.


1 komentar:

  1. SETUJU......., nilai sila pada pancasila sangat relevan dengan budaya masyarakat indonesia... namun yang jadi kendala sila2 pancasila hanya sekedar tulisan rincian atau pengetahuan saja. tak banyak yang belum memahami betul bagaimana nilai2 pancasila.

    BalasHapus