I'm Asep Rudi Casmana: Ayo terapkan Pendidikan Seks di Indonesia, emang boleh?

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Sabtu, 19 Maret 2016

Ayo terapkan Pendidikan Seks di Indonesia, emang boleh?

Oleh Asep Rudi Casmana, S.Pd.
Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan



Menjadi salah satu keluarga penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) merupakan sebuah tanggung jawab yang besar bagi diri saya pribadi. Pasalnya saya diberikan dana yang nilainya cukup besar dan jika ditanggung oleh biaya sendiri, saya tidak akan mampu untuk mengumpulkan dana sebanyak itu. Tentunya hal itu telah membuat diri saya pribadi untuk dapat bersyukur dan membuat sebuah pemikiran yang dapat direalisasikan setelah setelah seleasai masa studi masternya.

Sebagai seorang pendidik, saya memilih negara Australia khususnya di Monash University untuk melanjutkan studi master degere. Di kampus para pendidik ini, saya mengambil jurusan Master of Education in Educational Leadership and Policy. Hal ini saya lakukan bukan semata-mata saya sebagai seorang guru, namun saya ingin memberikan sebuah kontribusi yang nyata bagi Indonesia khususnya di bidang pendidikan, setelah menyelesaikan masa belajar.

Sebagai seseorang yang menerima beasiswa, tentunya ada sebuah tanggung jawab moral bagi saya supaya dapat memberikan sebuah timbal balik untuk bangsa Indonesia ke depan. Hal itu saya sampaikan kepada para pewawancara pada saat seleksi di Jakarta.

Jadi saya ingin membuat sedikit warna baru di bidang pendidikan, yaitu membuat konsep pembelajaran pendidikan Seks bagi para peserta didik mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa kasus yang menggambarkan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami degradaai moral, khususnya para remaja yang akan menjadi para penerus generasi masa depan bangsa Indonesia. Bisa kita lihat wajah bangsa Indonesia saat ini melalui penelitian yang dilakukan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) pada tahun 2008 yang menyebutkan bahwa 51 % remaja yang tinggal di Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Kemudian hal ini didukung oleh hasil survey PKBI (perkumpulan keluarga berencana Indonesia) pada tahun 2006 yang menyebutkan bahwa usia pertama kali para remaja melakukan hubungan seksual adalah 13 hingga 18 tahun.


Jika mengarah kepada survey diatas, sungguh sangat mengenaskan keadaan degradasi moral bangsa Indonesia ini. Belum lagi akhir-akhir ini marak beberapa pemberitaan mengenai pencabulan terhadap anak-anak, penyebaran hubungan sesama jenis yang benar-benar memberikan efek negatif terhadap kesehatan tubuh. Oleh sebab itu, hal ini tidak dapat dibiarkan karena mereka adalah generasi-generasi para penerus bangsa Indonesia yang akan menjadi pengemudi bangsa Indonesia kearah mana akan dibawa.

Sebuah solusi jangka panjang yang saya tawarkan adalah melalui implementasi pendidikan seks di tingkat dasar hingga menengah. Subjek pelajaran pendidikan seks ini  belum pernah diterapkan di Indonesia dan bahkan sangat tabu untuk dibicarakan. Hal ini bukanlah menjadi sebuah masalah bagi saya, karena dengan perkembangan zaman dan globalisasi yang saat ini sedang melanda bangsa Indonesia, pendidikan seks merupakan sebuah kebutuhan yang secara ilmiah perlu diketahi oleh para peserta didik yang sedang duduk di institusi pendidikan formal.

Selanjutnya saya memilih di Australia karena negara ini sudah secara formal menerapkan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Menurut Tom Batty, kepala sekolah di Scotch College Melbourne, mengatakan bahwa pendidikan seks di Australia sudah terintegrasi melalui pendidikan agama Kristen dan pendidikan jasmani dan kesehatan. Mereka memfokuskan kepada kedua pelajaran itu yang mengampu kegiatan belajar-mengajar mengenai pendidikan seks. Hal ini sudah sepenuhnya didukung oleh pemerintah setempat melalui peraturan yang tertuang dalam Victorian Essential Learning Standard (VELC) yang telah membuat subjek pendidikan seks menjadi sebuah pelajaran yang wajib.

Atas dasar hal itulah, saya memutuskan untuk melanjutkan untuk melanjutkan studi di Australia. Sambil saya belajar di Monash University, saya dapat mengunjungi beberapa sekolah untuk dapat mengamati secara langsung bagaimana proses belajar mengajar yang ada di sekolah tersebut. Saya juga dapat berinteraksi dengan para guru pelajaran yang mengampu pendidikan seks. Alasan lainnya adalah kampus Monash University berlokasi di Melbourne, dimana hal ini lebih dekat ke sekolah-sekolah menengah yang sudah sukses dalam implementasi pendidikan seks.


Harapannya setelah saya pulang dan kembali ke Indonesia, saya memiliki sebuah oleh-oleh yang dapat memberikan kontribusi khususnya di bidang pendidikan Indonesia. Kemudian, secara perlahan permasalahan degradasi moral yang terjadi pada generasi pelajar Indonesia saat ini dapat diatasi secara perlahan.
                                                                                                                                 

2 komentar:

  1. superrrr sekali tulisannya.....degradasi moral terutama remaja sekarang cukup memperihatinkan dan perlu solusi untuk meminimalisir. namun yang perlu diingat, terdapat perbedaan antara Australia dan Indonesia.budaya, seperti SDM dan lainnya. perbedaan tersebut yang belum tentu kebijakan yg diterapkan Australia bisa diterapkan di Indonesia. tapi tak ada salahnya mencoba dan mengkaji. apakah benar dengan pendidikan seks akan meminimalisir degradasi moral remaja atau malah semakin parah. perlu kajian dan metode yang mendalam... semoga Indonesia semakin baik dan semakin jaya...hehehe

    BalasHapus
  2. Harusnya di Masukan kedalam kurikulum nasional, agar Sex stigma dlm masyarkat kita tidak buruk. Dan tentu mempertimbangkan budaya ketimuran.

    BalasHapus