I'm Asep Rudi Casmana: Menjadi Aktifis Mahasiswa Sesungguhnya

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Kamis, 14 Februari 2013

Menjadi Aktifis Mahasiswa Sesungguhnya



Oleh Asep Rudi Casmana

Mahasiswa merupakan agen perubahan, dalam kehidupan di kampus mahasiswa sering dikatakan sebagai agent of change. Maksudnya adalah bahwa mahasiswa memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu peradaban. Ada suatu pepatah yang mengatakan bahwa apa yang telah terjadi pada saat ini merupakan akibat dari perbuatan seseorang yang telah dilakukan mulai dari sepuluh tahun yang lalu, sedangkan apa yang kita lakukan pada hari ini maka dampaknya akan dirasakan pada sepuluh tahun yang akan datang. Sebagai salah satu contoh dari hal itu adalah kisah pergerakan pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa pada saat itu sangat kuat sehingga rezim Soeharto berhasil diberhentikan dan diganti dengan reformasi. Dan beginilah sebagai buah dari reformasi, yang menjadi para pejabat dan politisi negara ini merupakan hasil didikan dari para guru pada masa orde baru.
Jika melihat kenyataan yang sedang terjadi pada saat ini bahwa mahasiswa di dunia perkuliahan terkotak-kotakan menjadi beberapa bagian. Penulis mengelompokan dari mahasiswa tersebut menjadi tiga. Yang pertama adalah mahasiswa yang aktifitasnya hanya sekadar kuliah di kampus lalu setelah itu langsung pulang, atau lebih dikenal dengan istilah “mahasiswa kupu-kupu”, mereka yang tergolong dalam kelompok ini adalah para mahasiswa yang acuh tak acuh terhadap organisasi kemahasiswaan di kampus, entah apa yang menjadi alasan mereka hingga menjadi seperti itu. Karena bisa saja mereka memiliki kesibukan sendiri di luar kampus, seperti misalnya bekerja untuk menghidupi dan membayar biaya perkuliahannya atau yang lain sebagainya. Yang kedua merupakan mahasiswa yang kerjaanya duduk manis di depan gedung fakultasnya masing-masing atau lebih dikenal dengan “mahasiswa kunang-kunang” atau kuliah nangkring. Mahasiswa yang tergolong dalam tipe kedua ini sangat berbahaya, karena mereka hanya mencari kesenangan diluar perkuliahan. Hal itu positif jika tidak mengganggu agenda perkuliahan, namun jika aktifitas duduk nya itu sampai berjam-jam dan bahkan sampai bolos kuliah maka itulah yang dikatakan berbahaya. Karena pada dasarnya yang mereka cari hanyalah kesenangan tanpa dasar. Yang ketiga adalah mahasiswa yang memiliki aktifitas rapat organisasi selain perkuliahannya atau lebih populer dikenal sebagai “mahasiswa kura-kura”. Tipe ini merupakan suatu tipe yang sangat ideal menurut penulis, karena ia dapat memperoleh pengalaman-pengalaman berupa soft skill yang tidak akan mereka peroleh di bangku perkuliahan. Mereka sangat senang bersosialisasi, mereka sangat senang memiliki banyak kawan, mereka sangat senang berkicau dalam forum dan bahkan mereka sangat senang jika berbicara dalam forum.
Bukanlah seorang aktivis mahasiswa, jika ia tidak pernah melakukan aksi demonstrasi nyata untuk membela kepentingan bersama”
Seorang aktivis mahasiswa selalu peka terhadap isu-isu yang sedang menjadi buah bibir para sahabatnya. Baik itu isu internal kampusnya sendiri maupun isu eksternal seperti permasalahan kenegaraan yang sedang rumit seperti sekarang ini. Ia akan selalu berusaha bagaimana caranya supaya dia dan kawan-kawannya dapat terlepas dari belengu permasalahan yang sedang terjadi. Ia akan selalu berusaha membela yang benar menurut banyak orang dan bukan benar menurut golongannya sendiri, ia juga akan selalu berfikir bagaimana caranya mensejahterakan orang-orang disekelilingnya dan tidak hanya untuk dirinya sendiri. Mereka yang hanya berkoar-koar hanya untuk kepentingannya sendiri belum dikatakan seorang aktifis, meskipun dia menduduki sebuah jabatan struktural dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu aksi nyata merupakan salah satu ciri khas dari seorang aktifis. Misalnya dalam sebuah kampus terdapat suatu permasalahan akademik ketika para mahasiswa tidak dapat melihat dan input kartu rencana studi, hal itu merupakan sebuah permasalahan bersama. Maka langsung dia berfikir bagaimana caranya supaya mendobrak alur birokrasi agar mereka memperbaiki sistem informasi akademik menjadi lebih mudah, jangan hanya berkicau dalam status facebook atau dalam twitternya saja. Karena hal demikian itu percuma saja, yang ada jika seseorang mencaci maki dan bahkan mengeluarkan pernyataan buruk mengenai permasalahan, maka citra seseorang tersebut akan kotor dan hancur dimana yang lain. Oleh sebab itu seseorang mendapat gelar aktivis sejati ketika ia peka terhadap suatu permasalahan dan langsung mengambil tindakan nyata.
Seseorang dikatakan sukses menjadi seorang aktivis apabila dia berhasil mensukseskan regenerasi pada adik kelasnya”
Dalam sebuah teori yang diungkapkan oleh Abraham Maslow bahwa seorang manusia memiliki kebutuhan dasar berupa makan, minum dan sex serta kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dari seseorang. Dia akan selalu berfikir siapa yang akan meneruskan estafet keberhasilan dan kesuksesan  yang telah ia raih sampai saat ini, ia akan berusaha menurunkan warisan dari kesuksesannya itu tidak jauh dari orang-orang disekelilingnya, ia akan berusaha mencari adik kelas yang menurut dia pantas untuk menjadi sama seperti dia, lalu setelah itu ia akan mengkader dan secara perlahan menurunkan serta menyampaikan jalan kesuksesan yang telah ia raih hingga orang tersebut berhasil dan bahkan melebihi dari dia. Hal ini dilakukan karena pentingnya regenerasi dan silaturahmi. Seorang aktifis tidak akan berfikir ketika ia menemui seseorang karena ada kepentingan saja, tapi ia akan selalu bersilaturahmi demi menurunkan warisan dari kesuksesan yang telah ia peroleh. Karena pada dasarnya sebuah kesuksesan itu memiliki dua makna, yang pertama adalah sukses untuk dirinya sendiri, dan yang kedua adalah selain untuk dirinya sendiri tetapi juga berusaha mensukseskan orang lain yang berada dibawahnya. Seorang aktivis sejati selalu berusaha berfikir bahwa kesuksesan tidak hanya milik diri sendiri, tetapi juga milik bersama sama khususnya regenrasi setelah dia sukses.
Seorang aktivis tidak akan pernah bertengkar dengan sahabatnya sendiri, tetapi ia akan bertengkar orang lain untuk membela sahabatnya”
Mereka selalu haus akan kajian dan diskusi. Dalam proses kajian dan diskusi itu selalu ada perdebatan, karena jika diskusi tanpa adanya perdebatan bagaikan sayur tanpa garam. Rasanya kurang enak dan kurang pedas. Begitu juga dengan diskusi, ketika temannya atau sahabatnya berbeda pendapat dalam forum internal mereka maka wajar saja. Bahkan proses brainstorming akan terjadi disini, proses pemantapan public speaking akan terjadi disini, proses berfikir dan bernalalogi akan terjadi disini, semua proses latihan akan terjadi disini. Namun ketika mereka diskusi dalam tataran eksternal forum, maka mereka akan bersatu dan saling membela. Bahkan ketika sahabatnya atau adik kelasnya dicaci maki oleh oleh orang lain, maka jiwa aktivisnya akan muncul dan menjadi garda terdepan untuk membela sahabatnya sendiri. Ini adalah perbedaan antara aktivis sejati dengan yang lainnya.
“Mereka akan senantiasa meng-upgrade diri melalui membaca dan menulis”
Membaca dan menulis merupakan aktifitas sehari-hari seorang mahasiswa. Tanpa membaca dan menulis, maka ia bukan mahasiswa. Karena dengan membaca, dia bisa mengupdate informasi yang ia peroleh sedangkan dengan menulis ia dapat menggores tinta emas pemikiran dia. Anies Baswedan seorang Rektor Universitas Paramadina mengaku bahwa ia selalu mebaca 1000 sampai 1500 lembar buku setiap minggunya. Itu artinya bahwa informasi yang ia dapatkan sangat banyak. Seseorang pun akan selalu senang dan berdiskusi dengan dia, karena pemikiran dan analisis teoritisnya sangat banyak. Oleh sebab itu, mari kita membaca dan menulis untuk menjadikan diri kita sebagai mahasiswa aktivis seutuhnya. Berbagai media online telah menawarkan seseorang secara gratis untuk menulis. Mari kita manfaatkan momen ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar