I'm Asep Rudi Casmana: Asep ingin Naik Pesawat

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Sabtu, 09 Maret 2013

Asep ingin Naik Pesawat


Oleh Asep Rudi Casmana
Seperti biasa, setiap sore Asep selalu duduk di bangku dekat pintu di depan rumahnya, sambil menatap langit tinggi-tinggi. Matanya menatap tajam ke atas sambil membayangkan bagaimana rasanya naik dan duduk di dalam pesawat terbang. Mungkin sangat nikmat dan luar biasa senangnya jika dia bisa terbang menyebrangi Pulau Jawa hingga melintasi batas negaranya. Selama ini, pesawat hanya sekadar bayangan yang selalu dilihat setiap sore di depan rumahnya. Rasanya, dengan keadaan perekonomian keluarga seperti sekarang ini tidak mungkin bisa membeli tiket pesawat yang harganya ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, karena uang yang dimiliki hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari saja.
Tiba-tiba pintu rumah terbuka dan keluarlah ayahnya sambi berkata,

“ngelamunin apa sih kamu Sep? Tiap sore ngeliatnya ke atas langit terus”  kata ayahnya sambil memegang secangkir kopi hangat buatannya.  
“hehe, engga ko ayah. Asep cuma liatin pesawat aja yang lewat di atas langit itu. Gimana yah Ayah, rasanya naik pesawat itu ?” Asep kemudian berkata sambil telunjuk tangannya menunjuk ke atas.
Ayahnya hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa, karena sesungguhnya dia juga menginginkan anaknya dapat menaiki pesawat, namun karena perekonomia keluarga itu tergolong menengah ke bawah, jadi Asep tidak akan mungkin untuk membeli tiket pesawat. Namun, dia sangat yakin, entah bagaimana caranya, suatu saat kelak akan dapat menaiki pesawat dan melintasi negara Indonesia.
Tak lama kemudia kumandang adzan maghrib terdengar dan membuyarkan obrolan  mereka.
“Asep.... Ayaaahh... ayo masuk ke rumah, kita sholat maghrib berjamaah” Ibunya Asep memanggil sambil teriak yang menambah buyar obrolan mereka , untuk mengajak sholat maghrib berjamaah.
“Iyaaa Ibu, aku ambil air wudhu dulu” kata Asep sambil berjalan menuju kamar mandi  untuk mengambil air wudhu.
Setelah itu mereka sholat berjamaah. Keluarga Asep selalu melaksanakan sholat  maghrib berjamaah, Ibu Asep adalah orang yang selalu mengingatkannya ketika waktu shalat sudah tiba. Selesai sholat maghrib, tidak lupa Asep melanjutkan dengan shalat sunah ba’diah nya dan berdoa. Dalam doa nya itu dia selalau meminta supaya mimpi mimpinya dikabulkan, salah satu mimpi terbesarnya adalah naik pesawat lalu terbang melintasi Pulau Jawa. Hal itulah yang membuat Asep untuk semagat belajar dan menuntut ilmu di dalam perkuliahannya.
Keesokan harinya seperti biasa ia bangun pagi dan dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah shalat Subuh. Pun ketika selesai shalat, doa utama yang ia minta adalah ingin naik pesawat dan melintasi Pulau Jawa hingga melewati batas-batas negaranya. Dia sangat yakin bahwa dalam waktu dekat doa nya akan dikabulkan oleh Tuhannya, walaupun ia tidak tau darimana uang itu akan datang.
“Asep kuliah jam berapa hari ini ?” ucap Ibunya, sambil membawa sepiring nasi dan segelas susu untuk sarapan Asep sebelum dia berangkat kuliah.
“Kuliah pagi bu, hari ini dosen masuk jam 08.00 WIB” kata Asep sambil menyisir rambutnya di depan kaca.
“ya sudah, ini sarapannya, cepat dimakan, lalu segera berangkat ke kampus. Pokoknya jangan sampai telat masuk kelas, lebih baik datang satu jam lebih awal daripada terlambat 1 menit” kata Ibu sambil menyimpan sarapan pagi di meja kamar Asep lalu duduk di kasur.
“Iya Ibu, saya tidak akan telat bu. Saya berusaha untuk selalu tepat waktu” kata Asep sambil meminum segelas susu hangat buatan Ibu nya.
Meskipun mereka adalah keluarga sederhana, tapi ayah dan ibu Asep selalu  mengajarkan disiplin. Terutama dalam menghargai waktu, bagi Ibunya waktu adalah segala-galanya. Berusaha untuk tepat waktu merupakan hal yang sangat kecil namun akan berdampak yang sangat besar. 
“Ibu, saya pamit dulu yah bu. Doakan mudah-mudahan saya jadi orang pinter” Asep pamit kepada ibunya sambil mencium tangannya.
Asep langsung pergi ke kampus dengan mengendarai sepeda motor tua warisan ayahnya yang sudah berumur lebih dari 10 tahun, namun masih bisa digunakan untuk menempuh perjalanan dari rumah menuju kampusnya yang kurang lebih berjarak 10 KM. Sesampainya di kampus, Asep langsung masuk ke kelas. 30 menit sebelum mulai perkuliahan ia sudah masuk dan duduk didalam kelas. Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan, karena dosen pengampu mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Budaya Indonesia adalah dosen favorit dia, namanya Ibu Yasnita. Dia selalu semangat untuk mengikuti perkuliahan ini, karna selain materi kuliah yang akan ia dapatkan, Ibu Yasnita selalu memberikan motivasi-motivasi eksternal kepada para mahasiswanya sebelum  memulai perkuliahan. Dan itulah yang sangat dinanti-nantikan oleh Asep ketika mengikuti perkuliahan dengan dia.
Beberapa menit kemudian, pintu kelas tiba-tiba terbuka. Lalu muncul sosok seorang wanita dengan busana yang modern nya sambil membawa buku dan laptop merah muda kesayangannya. Itulah Ibu Yasnita. Dosen favorit mahasiswa yang sangat enerjik dan semangat ketika menjelaskan di kelas. 
“Gimana kabarnya hari ini teman-teman? sehat semuanya?” Sapa Ibu Yasnita sambil menyalakan senjata andalannya yaitu laptop merah muda. “baik Ibu” para mahasiswa dengan semangatnya menjawab salam sapa dari Ibu Yasnita.
“Teman-teman, sebelum dimulai kuliah. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan kepada kalian semua.” Kata Bu Yasnita dengan wajah serius dan berjalan mendekati salah satu mahasiswanya.
“Asep kamu punya impian ?” dengan nada yang sangat pelan dan bertanya kepada Asep.
“Iya punya bu, tapi rasanya tidak mungkin terwujud, karena mimpi saya terlalu berlebihan” jawab Asep dengan wajah menunduk.
“Apa mimpi kamu Sep?” Ibu Yasnita bertanya balik kepada Asep.
“Saya ingin naik pesawat meniltasi Pulau Jawa hingga melewati batas Negara Indonesia  bu” kata Asep dengan suara pelan-pelan karena takut ditertawakan oleh teman temannya.
Dan ternyata memang benar, teman-teman sekelasnya mentertawakan mimpinya yang menurut mereka sangat lucu dan konyol. Karena mimpinya Asep hanya ingin naik pesawat. Mungkin sebagian dari mereka sudah banyak yang naik pesawat. Asep adalah mahasiswa PPKN Non Reguler yang dikategorikan sebagai kelas yang notabe nya orang-orang kaya dan mampu secara finansial. Biaya kuliah per semesternya pun berbeda dengan kelas reguler yang 100% lebih tinggi. Meskipun kenyataannya keluarga Asep tidak seperti itu.
“sudah-sudah semuanya” Ibu Yasnita menenangkan para mahasiswa di kelasnya. “Teman-teman, jangan takut dengan bermimpi. Karena mimpi itu gratis, tidak harus bayar. Semua orang bisa bermimpi. Tapi jangan lupa tuliskan mimpi-mimpi kamu itu  semuanya dalam sebuah kertas. Kalau perlu yang besar, lalu tempelkan di dinding kamar kalian. Karena kalau tidak dituliskan, kalian akan lupa. Percayalah, kekuatan sugesti mimpi sangat besar. Ketika itu sudah menjadi coretan, maka kenikmatan akan dirasakan”
Itu adalah pernyataan Ibu Yastina diawal perkuliahan Sosiologi dan Antropologi Budaya Indonesia. Motivasi eksternal ini sangat berpengaruh besar terhadap Asep, dia sangat terinspirasi dengan pernyataannya itu. Dia teringat akan mimpi terbesarnya selama ini untuk dapat terbang melintasi Pulau Jawa dan batas-batas NKRI. Ini adalah langkah untuk Asep dalam menggapai mimpinya. Dia sangat bersemangat dalam mencapai mimpi, karena keinginannya untuk naik pesawat sangat tinggi.
Sore hari perkuliahan selesai. Asep langsung menuju ke rumah dengan mengendarai motornya.
Sesampainya di rumah, Asep langsung menuju ke kamar. Dia langsung mengambil selembar kertas dan pulpen berwarna hitam. Lalu menuliskan mimpi-mimpinya yang ingin ia gapai, kata Ibu Yasnita harus dituliskan. Karena kalau tidak dituliskan, mimpi itu akan lupa.  Baris demi baris Asep mulai menulis, beberapa mimpi telah ia tuliskannya. Salah satu mimpinya adalah ingin menyebrangi batas negara Indonesia. Negara pertama yang ingin ia kunjungi adalah Singapore. Menurut dia negara ini sangat unik, dia ingin berphoto ria di depan patung Marlion. Patung ini merupakan patung impian Asep. 
Tak terasa, ketika ia menuliskan mimpinya yang ke 55 air matanya menetes hingga membasahi kertas yang sedang ia tulis, karena dalam baris itu ia bermimpi untuk memberangkatkan ayah dan ibu nya untuk pergi ke Tanah Suci Makkah. Namun sekali lagi itu hanya mimpinya, dia tidak tau bagaimana cara mewujudkannya. Hanya harapan dan kekuatan sugesti mimpi yang ia punya intuk mewujudkan mimpinya itu. Baris perbaris pun telah selesai ia tulis, hingga 100 mimpi yang ia tuliskan. Lalu Asep bergegas untuk mencari lem kertas yang ada di laci mejanya dan menempelkan di dinding kamarnya. Kertas itu sangat jelas terpampang, sehingga ia tidak akan pernah lupa. Setelah semuanya selesai, Asep langsung mematikan lampu kamar tidurnya dan langsung beristirahat.
Hari demi hari Asep menjalankan aktifitas seperti biasa di kampus Universitas Negeri Jakarta. Semangatnya semakin tinggi karena telah mendapatkan motivasi eksternal dari dosen favoritnya. 
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan maret dia menemukan sebuah banner yang sangat besar di depan gedung Fakultas Ilmu Sosial, tulisannya sangat jelas yaitu Pemilihan Mahasiswa Berprestasi FIS. Dengan bekal yang telah ada dan beberapa kejuaraan yang telah ia ikuti, maka tanpa pikir panjang Asep langsung mendaftarkan diri dan melengkapi persyaratan administrasinya.
Dalam pemilihan itu ada beberapa hal yang diperlombakan, yaitu CV organisasi dan kejuaraan yang telah ia miliki, presentasi karya tulis Ilmiah serta mampu berkomunikasi dengan bahasa asing. Meskipun dia merasa pesimis, namun dia tetap mencoba. Asep memiliki prinsip yaitu menang ataupun kalah urusan nanti, yang penting mencoba. 
Akhirnya Asep mengikuti seleksi pemilihan mahasiswa berpretasi tingkat Fakultas Ilmu Sosial, Asep terpilih menjadi juara 1 dan mewakili FIS ke tingkat Universitas. Di sini Asep bersaing dengan 7 orang mahasiswa berprestasi dari 7 fakultas, dan akhirnya setelah melewati proses seleksi yang sangat panjang, dia dinobatkan menjadi juara kedua dan berhasil membawa piala untuk Ayah dan Ibu nya di rumah. 
Hadiah terindah yang akan ia terima untuk 3 besar adalah akan diberangkatkan ke Malaysia dan Singapore. Dan seluruh biaya akomodasinya akan dibiayai oleh pihak kampus.
Tanpa pikir panjang lagi, Asep langsung mengendarai motornya dan pulang ke rumah membawa piala dan memberikan kabar yang indah bahwa ia akan pergi ke luar negeri. Sesampainya di rumah, dia langsung teriak-teriak membawa piala kebanggaan dan diperlihatkannya kepada kedua orang tuanya.
“Ayaaah.... Ibuu, Asep bawa piala dan dapat juara II se-UNJ” teriak Asep sambil lari lari menuju ke dalam rumah.
“Alhamdulillah nak, akhirnya kamu menjadi juara. Ibu sudah yakin kalau kamu memang hebat” kata Ibu nya sambil mengelus-elus kepalanya.
“Ibu, Asep mau pergi ke Malaysia dan Singapore” kata Asep sambil memeluk Ibu nya. Ayah dan Ibu nya sangat senang mendengar kabar itu, namun secara tidak langsung mereka mengeluarkan air mata bahagia. Ibunya menangis ketika mendengar bahwa Asep akan pergi ke Malaysia dan Singapore. Mereka menyadari bahwa pencapaian nya  itu berkat kerja keras dan usaha asep selama ini.
Ayah dan Ibunya selalu berdoa agar asep selalu sukses, karena mereka sadar bahwa semakin jauh orang melangkah, maka semakin kaya juga pengalamanya.
“Sukses terus buat Asep” Ibu nya memeluk Asep sambil mengeluarkan tangisan
bahagia.
*Selesai*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar