I'm Asep Rudi Casmana: Dibawah Cantiknya gedung Kembar Petronas: Diskusi Taiwan

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Minggu, 24 Juli 2016

Dibawah Cantiknya gedung Kembar Petronas: Diskusi Taiwan

Oleh Asep Rudi Casmana, S.Pd.

Matahari mulai memberikan isyarat bahwa ia akan terbenam. Kala itu, aku masih berfikir dan berdiam diri di depan gedung kembar yang merupakan landmark kota Kualalumpur, Malaysia. Suasana halu-halang orang-orang di sekitar gedung tengah menemaniku berfikir keras mengenai sistem pengajaran Pendidikan Kewargaegaraan di sebuah negara yang katanya di klem sebagai salah satu provinsi negara China. Tak lain dan tak bukan adalah Taiwan.


Sambil menyeruput segelas kopi yang sudah saya pesan di dalam Mall, tiba-tiba datanglah seorang perempuan Chinese menghampiriku. Rambutnya yang lurus dan agak kemereh-merahan serta matanya yang sipit dengan topi bundar berwarna putih diatasnya tengah membuat saya kebingungan. Ditambah lagi kacamata hitam yang besarnya juga sudah menutupi sebagian wajah cantiknya. Perempuan ini langsung duduk disampingku sambil melepaskan kacamata dan topi bundarnya lalu berkata,

Hi Kang Dadang, what’s going on? You look so confused today” sambil tersenyum dia menyapa dan berusaha mendekati aku.

Area Menara Kembar Petronas Twin Tower, Malaysia

Oh Hi, are you Ms. Sarah from Taipei? You look so different, your performance really make me difficult to be recognized.” Dengan ekspresi yang sangat kaget sambil tersenyum lebar saya menyapa dia.

Ternyata perempuan ini namanya Sarah, dia adalah international student juga di Malaysia. Dulu aku pernah duduk bareng dalam sebuah international conference di Yogyakarta. Aku merasa sangat senang karena dia adalah mahasiswa jurusan ilmu pendidikan dari Taipei, Taiwan. AKu berharap dia dapat membantu dalam memecahkan teka-teki mengani pendidikan kewarganegaraan ini. Dia adalah orang keturunan Indo Chinese, sehingga namanya adalah Sarah.

…………. (percakapan kedepan akan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia)………………..

Aku segera memesan minuman jus kesukaan Sarah dan mengajak berdiskusi mengenai perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Taiwan.

“Sarah, aku pernah membaca salah satu tulisan yang dibuat oleh Liu Meihui, bahwa di Taiwan itu terdapat beberapa periode penerapan pendidikan kewarganegaraan yang berbeda-beda? Mengapa hal ini terjadi” Sambil mengerutkan kening, dengan serius aku bertanya kepada Miss Sarah.

“Ya benar sekali Kang Dadang, aku pernah kuliah di jurusan ilmu pendidikan dan konsentrasinya fokus pada ilmu sosial, sehingga aku agak paham mengenai hal ini” Lanjut sarah sambil meminum jus yang sudah aku pesan tadi.

Sarah melanjutkan bahwa setelah China kehilangan kekuasaan untuk mengontrol Taiwan pada tahun 1984, Jepang langsung menduduki pulau itu dan menjajahnya selama kurang lebih lima puluh tahun. Namun pemerintah China dapat kembali mengambil alih daerah yang diklaim sebagai salah satu provinsinya itu. Mereka berusaha untuk menerapkan kepada para peserta didik ideologi-ideologi yang sesuai dengan China seperti sejarah China, kebudayaan China, perpolitikan dan yang lainnya melalui pendidikan kewarganegaraan.

Namu, seiring dengan berjalannya waktu, Taiwan tidak mau bahwa segala sesuatu itu diatur oleh China. Warga Taiwan menyadari bahwa mereka memiliki orang asli pribumi yang dapat memimpin dan mengelola sendiri negaranya secara merdeka. Sehingga munculah sebuah kesadaran yang dapat memicu pada sebuah perubahan kurikulum di sekolah Taiwan.
…………………………..
Aku sangat tersanjung dengan penjelasannya itu, udah mah cantik, baik, namun pemikirannya sangatlah pintar. Aku kembali melanjutkan pertanyaan yang baru,

Lalu fase periodisasi pendidikan kewarganegaraan yang dimaksud seperti apa sarah?” Dengan muka melas dan sangat tertarik kembali saya melontarkan pertanyaan kedua.

Sambil menggerakan kedua tanggannya, karena dia sangat senang bercerita menggunakan body language mengatakan bahwa di Taiwan memang terdapat tiga periode dalam menerapkan system pendidikan kewarganegaraan.

Pertama adalah masa traditional civic education. Ini terjadi sekitar tahun 1950 hingga tahun 1980. Pada masa ini, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai strategi partai Kuomintang (KMT), sebuah partai komunis yang berkuasa di China pada saat itu. Civic Education memuat materi-materi lebih kepada China sentris dimana materi-materi mengenai China lebih dominan dibandingkan dengan Taiwan. Mereka memperkenalkan kebudayaan China, sejarah China, serta kebiasaan-kebiasaan tradisional bangsa China. Mengenai Taiwan itu sendiri, pemerintah Kuomintang hanya mengajarkan bahwa Taiwan adalah salah satu provinsi dari China, dan itu pun hanya sedikit muatan-muatan materi pelajaran mengenai Taiwan.

Pemikiran aku yang tadinya masih bingung, sekarang sudah sedikit tercerahkan dengan penjelasan sarah mengenai periode pertama perkembangan pendidikan kewarganegaraan oleh Sarah. Lalu sambil menyeruput kopi kesayanganku, kembali bertanya dan minta diteruskan periode berikutnya.

Pada periode kedua ini, sarah mengutip pernyataan Liu Meihui bahwa peridoe kedua merupakan fase kebangkitan dan kesadaran dari masyarakat Taiwan. Periode ini dinamakan ”The new civic education” dimana Taiwan merevisi serta membagi-bagi kedalam bagian terkecil supaya semua materi yang sangat mendasar dapat diterapkan dan diperkenalkan di Taiwan. Periode kedua ini dimulai pada tahun 1980 hingga 2000. Fase kedua ini memberikan sebuah definisi dari Ilmu Sosial yang sesungguhnya. Tujuan dari ilmu sosial ini adalah membentuk karakter para warga muda serta memiliki kecakapan skill sosial yang tinggi sehingga akhirnya dapat membawa masyarakat Taiwan menjadi lebih up-to-date dan menjadi warga negara yang efektif. Lebih lanjut lagi bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dibagi menjadi dua. Pertama adalah pelajaran “Understanding Taiwan” yang khusus untuk siswa kelas 7 atau SMP kelas 1, pada bagian ini warga negara diperkenalkan dengan materi-materi yang lebih spesifik seperti pemahaman orang-orang dan bahasa Taiwan, keluarga dan para kerabat, diperkenalkan juga tempat-tempat bersejarah di Taiwan. Berikutnya juga Taiwan diajarkan tentang isu-isu terbaru, perpolitikan, pendidikan, agama serta kebudayaan Taiwan. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan dan kebanggaan Taiwan kepada warna negaranya. Sedangkan pembagian kedua adalah “NPTA (Native place teaching activist)” yang merupakan pelajaran tentang masyarakat lokal, lingkungan sekitar dengan tujuan untuk mempersiapkan masyarakat Taiwan yang baru. Pelajaran NPTA ini dikhususkan bagi mereka yang sedang duduk di kelas 3 hingga kelas 6 sekolah dasar.

Sebelum menjelaskan periode ketiga, sarah mengajak aku keliling Petronas Twin Tower sambil kembali melanjutkan ceritanya.

“Ayo kita lanjutkan ceritanya sambil jalan kang Dadang” ujar Sarah sambil membuang gelas minuman ke tempat sampah.

Dia pun melanjutkan bahwa periode terakhir perkembangan pendidikan kewarganegaraan dinamakan sebagai “Nine years intehrated civic education” dimana pada periode ini seluruh aspek pendidikan kewarganegraan yang tadinya sudah terpisahkan kembali lagi disatukan dalam konsep Ilmu Pengetahuan Sosial. Pada tingkat sekolah menengah pertama, pelajaran IPS terdiri dari Geografi, Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan untuk pelajaran “Understanding Taiwan” dan “NPTA” juga tergabung dalam ilmu sosial.

“Ya kurang lebih begitu kang tiga fase perkembangan sejarah pendidikan kewarganegaraan di Taiwan” Ujar Sarah sambil tersenyum lebar yang membuat matanya menjadi merem.

Setelah penjelasan panjang lebar, kami pun langsung menuju halte MRT Kualalumpur dan kembali ke akomodasi masing-masing.

Catatan:
Kisah ini diambil dari ringkasan Jurnal Internasional karya Liu Meihui yang berjudul A Society in Taiwan: The Paradigm Shift of Civic Education in Taiwan.

Sumber:
Grossman, David L., dkk. 2004. Citizenship Education in Asia and The Pacific. Hong Kong: Springer.



2 komentar: