I'm Asep Rudi Casmana: Negara Islam atau Negara kebangsaan?

WILUJEUNG SUMPING DINA SERATAN KANG ASEP


Sabtu, 23 April 2016

Negara Islam atau Negara kebangsaan?

Oleh Asep Rudi Casmana

Pembicaraan mengenai konsep keneragaan Indonesia ini sering saya temui ketika diskusi dengan banyak orang. Ada yang mengatakan bahwa Negara Indonesia akan maju ketika merubah sistemnya menjadi negara islam, namun disisi lain ada juga yang mengatakan bahwa sistem negara kebangsaan adalah sesuatu yang sangat cocok melihat Indonesia ini merupakan sebuah negara multikultural. Dilihat dari sudut pandang warga negara Indonesia, saya sendiri setuju bahwa negara kesatuan merupakan sebuah sistem yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Sebagai sebuah negara multibudaya, saya berharap bahwa semua warga negara Indonesia memahami akan hal ini. Perdebatan mengenai hal ini bukan hanya terjadi pada saat sekarang saja, namun jauh sebelum negara Indonesia ini merdeka, para pendahulu sudah mulai merumuskan dasar negara kesatuan republik Indonesia. Hal ini juga memiliki banyak pendapat yang sangat sulit untuk diputuskan.

Sebelum kita membicarakan lebih lanjut mengenai konsep kenegaraan, saya ingin membuka kembali lembaran-lembaran sejarah Indonesia pada periode sebelum kemerdekaan. Menurut Yudi Latif, sebelum Islam masuk ke Indonesia, negara ini sudah dihuni oleh orang-orang yang berkeyakinan Budhisme dan Hinduisme selama kurang lebih 17 abad yang dibawa oleh orang-orang India, kemudian setelah itu baru masuk Islam yang dibawa oleh orang-orang timur tengah selama kurang lebih 7 abad dan yang terakhir adalah agama Kristen. Setelah berkembangnya agama tersebut, pada tataran masyarakat lokal Indonesia, telah muncul bermacam-macam kepercayaan masyarakat seperti di daerah suku Baduy, Banten telah muncul kepercayaan yang namanya Sunda Wiwitan. Kemudian di wilayah Batak telah muncul agama Parmalim; agama Kaharingan di Kalimantan; agama Cigugur di wilayah Kuningan, Jawa Barat; agama Tolottang di Sulawesi Selatan; agama Naurus di pulau Seram di provinsi Maluku dan masih banyak kepercayaan-kepercayaan yang lainnya.

Jika mengacu kepada agama-agama yang ada di Indonesia, maka indikator agama akan sulit untuk dapat digunakan sebagai sebuah simbol kenegaraan karena mereka selalu berasumsi bahwa agama yang dipilih adalah yang paling benar meskupun itu berbeda-beda kepercayaan. Namun dari semua perbedaan itu, ada sebuah persamaan yang merupakan sebuah “kaidah emas” atau “golden rule”. Kaidah emas disini menyatakan secara kalimat negatifnya bahwa “janganlah engkau berbuat sesuatu kepada orang lain, yang engkau sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu!”, sedangkan dalam kalimat positifnya adalah “Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai diri kamu sendiri”.

Hal itulah yang mengajarkan kepada kita semua sebagai warga negara Indonesia bahwa meskipun kita terdiri dari beberapa agama, namun kita dapat menjadi satu karena setiap agama memiliki golden rule yang sifatnya sama.

Kembali kepada perdebatan bahwa apakah negara islam atau negara kebangsaan yang cocok untuk system kenegaraan ini, kita perlu melihat perdebatan yang terjadi antara Ki Bagus Hadikoesoemo dan Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 dalam rangka merumuskan sebuah dasar negara Indonesia. Pada waktu itu Ki Bagus merupakan tokoh yang dengan keras mengatakan bahwa negara Indonesia adalah sebuah negara Islam dengan asumsi bahwa Islam mengajarkan pemerintahan yang adil dan menegakan keadilan; islam tidak bertentangan bahkan sangat sesuai dengan negara kesatuan republic Indoenesia. Secara pribadi, saya sangat setuju dengan pendapat Ki Bagus Hadikoesoemo ini, karena saya sendiri sebagai pemeluk agama Islam. Namun, saya juga sependapat dengan pendapatnya Soepomo yang benar-benar mendukung bahwa negara ini baiknya menggunakan system negara kebangsaan. Dia berpendapaat bahwa jika dasar negara ini memaksakan dengan system keislaman, maka yang terjadi adalah kita hanya mempersatukan diri kita sendiri dengan golongan terbesar, yaitu golongan islam. Hal ini akan menimbulkan seuah “minderheiden” yaitu sebuah keadaan dimana golongan agama-agama minoritas yang lain tidak dapat mempersatukannya.


Pernyataan “negara islam” sangat jauh dengan pernyataan “negara yang berdasarkan atas cita-cita leluhur orang islam”. Meskipun kita menggunakan sebuah system negara kebangsaan, namun beberapa sistem hukum islam dapat diadopsi dan diberlakukan di negara ini. Dengan menggunakan negara kesatuan, semua rakyat dari berbagai golongan dapat bersatu. Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar