Oleh
Asep Rudi Casmana
Indonesia merupakan sebuah negara
multikultural. Hal ini diperlihatkan dengan banyaknya pulau-pulau, bahasa
daerah, suku, ras, agama serta hal-hal lainnya yang telah membuat bangsa ini
sebagai sebuah negara yang kaya akan segala-galanya. Penduduknya yang sangat
ramah juga telah membuat para pengunjung dari luar negeri merasa nyaman ketika
tinggal dengan masyarakat lokal. Keberagaman dan multikultural tersebut akan
menjadi sebuah kekayaan dan harta yang sangat berharga yang tidak dimiliki oleh
bangsa lainnya, namun hal itu juga dapat menjadi sebuah konflik yang dapat membuat
Indonesia menjadi negara yang terpecah-belah.
Jika melihat beberapa tahun
ke belakang, masih sangat segar dalam ingatan bangsa Indonesia ketika tragedi Poso
dan Sampit mewarnai negeri ini. Pada saat itu, perpecahan terjadi karena
permasalahan agama khususnya antar pemuda di daerah itu terus megalir hingga
berjatuhan korban. Banyak media yang mempublikasikan para korban yang sudah
menjadi mayat. Tubuh yang telah berlumuran darah merah yang keluar dari
uratnya, hingga korban yang hilang kepalanya entah kemana tengah menggemparkan
bangsa ini.
Mayat-mayat yang tergeletak
dengan kucuran darah tersebut telah banyak diklaim oleh media bahwa itu adalah
orang yang beragama Islam. Namun disisi lain, ada banyak media juga yang
memberikan label bahwa korban itu berasal dari agama Kristen. Padahal, tidak
ada bukti berupa kartu identitas yang sangat kuat bahwa mereka berasal dari
salah satu agama. Yang jelas, mereka adalah bangsa Indonesia, mereka adalah
saudara-saudara kita semua. Orang yang dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia,
orang yang memiliki ciri-ciri kulit dan rambut yang sama.
Konflik-konflik antar agama
dan ras tersebut bukan berarti telah redam dan tidak akan muncul kembali. Jika
ada orang yang mencoba untuk mengobarkan bara api konflik itu, maka akan
terulang kembali. Saat ini, banyak media yang mulai memanfaatkan momen
pemilihan kepala daerah Gubernur DKI Jakarta sebagai cara untuk mengobarkan
bara api konflik antar agama dan antar suku. Orang-orang yang terlibat dalam
permainan ini pun berasal dari mulai kalangan borjuis hingga kalangan priyai
bahkan ada juga kalangan akademisi. Mereka berusaha untuk menyalakan konflik
yang dapat mengulangi tragedi-tragedi yang menyedihkan yang tengah terjadi di
Indonesia.
Sebagai seorang guru
Pendidikan Kewarganegaraan, saya berasumsi bahwa hal itu telah terjadi karena
kurangnya pahamnya terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
khususnya sila pertama. Proses pengejawantahan Pancasil akan mempersuasi
orang-orang untuk dapat meredam konflik bahkan menimbunnyaa hingga hal itu
tidak terjadi kembali.
Yudi Latif dalam bukunya
Mata Air Keteladanan mengatakan bahwa di Indonesia ini terdiri dari banyak
agama yang masing masing dari kelompok itu memiliki keyakinan bahwa mereka
semuanya merasa paling benar. Namun dari perbedaan-perbedaan itu ada sebuah
titik temu yang bernama “kaidah emas” atau golden
rule yang menyatukannya. Secara negatif makna dari kaidah tersebut adalah “janganlah
engkau berbuat sesuatu kepada orang lain, yang engkau sendiri tidak ingin
diperlakukan seperti itu”. Sedangkan dalam kalimat positifnya adalah “cintailah
sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri”
Dari pernyataan Yudi Latif
terebut sudah sangat jelas bahwa untuk menjaga keberagaman, persatuan dan
kesatuan Indonesia, perlu adanya pengejawantahan terhadap Pancasila terutama
sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa. Hal ini akan membuat orang hidup
rukun antar umat beragama, sehingga konflik-konflik seperti yang sudah terjadi
tidak akan terulang. Kejadian seperti ini juga diasumsikan bahwa apabila
seseorang sudah menjungjung tinggi toleransi dan tenggang rasa, maka mereka
akan memperlakukan orang lain yang berbeda kelompok seperti mencintai dirinya
sendiri. Mereka juga tidak akan memperlakukan orang lain seperti apa yang tidak
ia inginkan.
Jika mengutip pernyataan Sjafrudin
Prawiranegara, Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang berdiam di istana
Bukit Tinggi mengatakan bahwa di Indonesia ini tidak ada barat dan tidak ada
timur, tidak ada islam dan tidak ada Kristen, tidak ada hindu dan tidak ada
budha kalau mereka berlomba-lomba berbuat baik kepada Tuhan Yang Maha Esa. Baik
itu dari agama apapun, semuanya sama. Yaitu sama-sama untuk mencari kebaikan
baik itu kepada sesama umat manusia ataupun kepada tuhannya.
Oleh sebab itu, marilah
kita sama-sama menjadikan pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan sebagai
ciri khas bangsa Indonesia. Dengan adanya pemahaman mendalam mengenai
Pancasila, orang-orang akan berusaha menghormati dan toleransi kepada orang
lain.
SETUJU......., nilai sila pada pancasila sangat relevan dengan budaya masyarakat indonesia... namun yang jadi kendala sila2 pancasila hanya sekedar tulisan rincian atau pengetahuan saja. tak banyak yang belum memahami betul bagaimana nilai2 pancasila.
BalasHapus