Oleh
Asep Rudi Casmana
Episode
2
Jalan terjal menuju LPDP
Suka cita minggu akhir bersama murid |
Pada
waktu itu, kira-kira bulan November 2014 dimana hari itu adalah minggu terakhir
mengajar sebelum menjelang Ujian Akhir Semester (UAS) untuk para siswa SMA.
Karena pertemuan terakhir, saya sengaja secara tiba-tiba meminta foto-foto
bersama seluruh siswa di setiap kelas. Para siswa sangat antusias dengan
undangan saya untuk dapat ikut berfoto bersama, lalu saya juga memberikan
semangat dan motivasi kepada anak-anak supaya rajin belajar dalam mempersiapkan
UAS. Saya sendiri mengajar pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas 10
dan Sosiologi untuk kelas 11 di SMA Labschool Cibubur.
Beberapa
kelas tidak curiga ketika saya ajak untuk berfoto bersama, mereka malah meminta
untuk foto secara individu, mungkin mereka sudah menganggap kalau saya adalah
kakanya sendiri, karena begitu akrabnya saya dengan para murid. Namun
tiba-tiba, ada beberapa murid yang curiga dan mengatakan “kenapa pak, kok malah
ambil banyak gambar? Memangnya bapak mau kemana?”
Semenjak
ada pertanyaan tersebut, saya tidak dapat berbohong lagi karena tengah
bermunculan pertanyaan-pertanyaan yang menydutkan saya untuk terus terang
kepada mereka. Ya, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya mengundurkan diri
untuk mengajar di SMA Labschool Cibubur. Hal ini sungguh-sungguh bukan karena
ada permasalahan internal, atau bahkan saya merasa tidak senang mengajar.
Sejujurnya saya sudah merasa sangat nyaman dan tentram untuk dapat mengajar di
sekolah ini, apalagi dengan murid-murid yang sangat hebat dan pandai. Namun
saya katakan bahwa saya harus pergi ke Kampung Inggris untuk memperdalam bahasa
guna mempersiapkan studi magister saya di Australia.
Berbagi kebahagiaan dengan murid |
Sontak
para murid langsung kaget atas pernyataan saya tersebut, respon dari mereka
berbeda-beda, ada yang mendukung supaya saya melanjutkan sekolah, ada juga yang
meminta saya untuk tetap mengajar. Sejujurnya hati saya sangat sedih, karena
mereka adalah murid-murid pertama saya mengajar, dan saya sudah merasa sangat
nyaman bersama mereka. Hingga saat ini, saya masih sangat ingat canda tawa,
bandel nya anak-abak di kelas, berisiknya ketika saya menerangkan, atau bahkan
tidak mau mengerjakan tugas. Semua itu sudah mewarnai hari-hari saya ketika
pertama kali menjadi guru.
Kata
orang, murid pertama itu tidak akan pernah terlupakan. Ya, memang benar, saya
sangat setuju dengan hal itu. Namun pada akhirnya, tidak ada jalan lain bagi
saya untuk meraih masa depan, saya harus mengorbankan mereka, meskipun hati ini
sangat berat dan sulit untuk tidak lagi mengajar.
Pada
waktu saya memutuskan untuk berhenti mengajar, posisi saya belum mendapatkan
apa-apa. Maksudnya saya belum mendaftar beasiswa LPDP. Jangankan mendaftar,
nilai IELTS atau TOEFL saja saya belum dapat, artinya memang benar-benar saya
mengadu nasib disini. Namun meskipun demikian, saya merasa sangat yakin entah
mengapa bahwa pilihan saya adalah sangat tepat untuk pergi ke kampung inggris
dan menempuh ilmu guna mendapatkan nilai IELTS supaya saya dapat mendaftar
LPDP.
Jika
dipikir-pikir, memang saya terlalu ambil resiko. Bagaimana jika IELTS saya
gagal? Bagaimana jika nanti saya tidak mendapatkan beasiswa? Bagaimana jika
saya tidak mengajar lagi? Bagaimana jika saya nanti jadi pengangguran? Lalu
kalau saya gagal, bolehkah saya kembali ke Labschool untuk mengajar lagi? Pertanyaan-pertanyaan
it terus menghantui selama beberapa waktu karena memang posisi saya belum dapat
apa apa pada waktu itu, namun pada akhirnya setelah saya memperbaiki niat, saya
dapat berjuang dengan keras untuk belajar bahasa inggris. Itulah arti sebuah
pengorbanan.
Bapak-bapak guru SMA Labschool Cibubur |
Memang
segala sesuatu yang besar itu harus ada pengorbanan yang besar pula. Saya
merasa bahwa meninggalkan murid-murid di sekolah adalah pengorbanan yang sangat
besar. Sehingga saya benar-benar tidak
mau menyia-nyiakan hal itu, saya harus bisa. Apapun yang terjadi, saya harus
lolos IELTS dan mendapatkan beasiswa LPDP.
Pada
akhirnya, pengorbanan itu tengah membakar semangat saya ketika sedang belajar
di Pare, hampir setiap bulan selalu saja ada murid saya yang menghubungi via
media sosial, baik itu menanyakan kabar ataupun menanyakan bagaimana
perkembangan saya belajar di pare. Secara tidak langsung, saya selalu berasumsi
bahwa pesan-pesan yang dikirim oleh murid adalah cara Allah untuk terus dapat menyemangati
saya untuk belajar IELTS. Entah mengapa, jika ada murid yang memberikan salam
dan menyapa saya melalui media social itu telah membuat saya menjadi semangat
belajar. Sehingga bisa membuat saya menjadi seperti ini. Mengenai perjuangan
saya serta bagaimana jam belajar di Pare, saya akan paparkan pada episode
berikutnya.
Ini
merupakan salah satu pengorbanan terbesar yang saya dedikasikan kepada Beasiswa
LPDP, bahkan ketika diwawancara, mereka menanyakan kenapa saya berhenti mengajar?
Lalu saya langsung menjawab bahwa ini adalah sebuah tanda keseriusan saya dalam
mengejar beasiswa LPDP, meskipun saya belum mendapatkan beasiswa, saya yakin
bahwa suatu saat hal itu akan terjadi. Dan akhirnya saya berhasil mendapatkan
juga beasiswa tersebut.
Untuk
para teman-teman calon penerima beasiswa LPDP, dalam sebuah perjuangan
terkadang menemukan sebuah jalan yang memang benar-benar mengharuskan kita
untuk dapat memilih. Kedua jalan itu akan memberikan manfaat yang sangat luar
biasa, andai kata tubuh ini dapat dibagi dua, mungin kita dapat menjalani
dua-duanya, namun pada kenyataanya saya tidak dapat melakukan hal itu, sehingga
saya memutuskan bahwa saya berhenti dari sekolah dan pergi ke pare yang
sebenarnya belum jelas kemana arah masa depannya.
Berbagi keceriaan |
Mengenai
perjuangan dan kerja keras yang saya lakukan di pare, jam belajar, bagaimana
supaya sukses mengenai IELTS, akan saya jelaskan pada episode khusus
berikutnya. Tetap terus update blog ini.
Terimakasih.
...............
Alhamdulillah...saya pribadi sangat senang sekali, akhirnya brother Asep mendapatkan kunci, buah kerja keras dan ketabahan, pembuka kesuksesan masa depan. Brother, memang layak mendapatkan pencapaian ini. Namun poin utama yang menjadi puncak perjuanganmu bukanlah meraih beasiswa LPDP atau berkesempatan belajar di Australia, tetapi amanah rakyat Indonesia yg brother bawa dalam perjuangan belajar. Ingatlah, perjuanganmu bukanlah karena kerja kerasmu semata, tetapi bangsa Indonesia sudah memilihmu. Untuk itu pergunakan kesempatanmu secerdas dan se-berprestasi mungkin semaksimal yang bisa brother perjuangkan. Indonesia butuh dirimu, jadikan ilmu dan pengalamanmu kelak sebagai pembuka jalan bagi kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia. Ayo pemuda Indonesia, bangkit dan berjayalah! Bravo brother, we are proud of being a part of your life's history. DIKA HOUSE..Ayeeee!!!!
BalasHapusBang Ansor,
HapusAlhamdulillah, makasih banyak ya sudah mampir ke tulisan saya ini. Mohon maaf kalau ada kata kata yang agak kurang baik. Hehehe
Insya Allah, saya akan menjalankan amanah ini. Buat bang Anshor juga ayo terus semangat dan berjuang di pare. Semoga dilancarkan dan dipermudah. Amin amin
Hasil memang tidak pernah mengkhianati proses ya Bang Aseep. Tetap semangaaat. Tetap menginspirasi dan selalu menebad manfaat. Sukses kuliahnya Kak. Proud of you!
BalasHapusRintangan kedepan akan semakin sulit but i belive that u can do it :))
Surur, teeimakasih banyak atas komentarnya ya. Alhamdulillah saya sangat senang kalau banyak yang mampir kesini. Hehehe
HapusInsya allah, ayo surur juga bisa dan memgejar cita citanya.
Ada foto gue tuh, hahaha..
BalasHapusApapun pilihan ente, semoga selalu diliputi keberkahan & kesuksesan bro!
Kadang2 dalam hidup memang harus ada yg dikorbankan biar kita bisa maju ke depan, jangan pernah menyesal dgn apa yg udah kita pilih, karena disitulah jalan menuju kedewasaan kita
Sampe ketemu di sekolah bro!
Widih, ada pak Mujito.
HapusHehe
Apa kabr pak ?
Iya izin ambil fotonya ya, pas momen momen terakhir di labschool itu pak.
Mmakasih banyak pak mujito.
Salam. Untuk bapak ibu DJP dan angkatan Gs