Oleh
Asep Rudi Casmana
Mahasiswa
merupakan agen perubahan, dalam kehidupan di kampus mahasiswa sering dikatakan
sebagai agent of change. Maksudnya
adalah bahwa mahasiswa memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah dan
tujuan dari suatu peradaban. Ada suatu pepatah yang mengatakan bahwa apa yang
telah terjadi pada saat ini merupakan akibat dari perbuatan seseorang yang
telah dilakukan mulai dari sepuluh tahun yang lalu, sedangkan apa yang kita
lakukan pada hari ini maka dampaknya akan dirasakan pada sepuluh tahun yang
akan datang. Sebagai salah satu contoh dari hal itu adalah kisah pergerakan
pada tahun 1998, pergerakan mahasiswa pada saat itu sangat kuat sehingga rezim
Soeharto berhasil diberhentikan dan diganti dengan reformasi. Dan beginilah
sebagai buah dari reformasi, yang menjadi para pejabat dan politisi negara ini
merupakan hasil didikan dari para guru pada masa orde baru.
Jika
melihat kenyataan yang sedang terjadi pada saat ini bahwa mahasiswa di dunia
perkuliahan terkotak-kotakan menjadi beberapa bagian. Penulis mengelompokan
dari mahasiswa tersebut menjadi tiga. Yang pertama adalah mahasiswa yang
aktifitasnya hanya sekadar kuliah di kampus lalu setelah itu langsung pulang,
atau lebih dikenal dengan istilah “mahasiswa kupu-kupu”, mereka yang tergolong
dalam kelompok ini adalah para mahasiswa yang acuh tak acuh terhadap organisasi
kemahasiswaan di kampus, entah apa yang menjadi alasan mereka hingga menjadi
seperti itu. Karena bisa saja mereka memiliki kesibukan sendiri di luar kampus,
seperti misalnya bekerja untuk menghidupi dan membayar biaya perkuliahannya
atau yang lain sebagainya. Yang kedua merupakan mahasiswa yang kerjaanya duduk
manis di depan gedung fakultasnya masing-masing atau lebih dikenal dengan
“mahasiswa kunang-kunang” atau kuliah nangkring. Mahasiswa yang tergolong dalam
tipe kedua ini sangat berbahaya, karena mereka hanya mencari kesenangan diluar
perkuliahan. Hal itu positif jika tidak mengganggu agenda perkuliahan, namun
jika aktifitas duduk nya itu sampai berjam-jam dan bahkan sampai bolos kuliah
maka itulah yang dikatakan berbahaya. Karena pada dasarnya yang mereka cari
hanyalah kesenangan tanpa dasar. Yang ketiga adalah mahasiswa yang memiliki
aktifitas rapat organisasi selain perkuliahannya atau lebih populer dikenal
sebagai “mahasiswa kura-kura”. Tipe ini merupakan suatu tipe yang sangat ideal
menurut penulis, karena ia dapat memperoleh pengalaman-pengalaman berupa soft
skill yang tidak akan mereka peroleh di bangku perkuliahan. Mereka sangat
senang bersosialisasi, mereka sangat senang memiliki banyak kawan, mereka
sangat senang berkicau dalam forum dan bahkan mereka sangat senang jika
berbicara dalam forum.
“Bukanlah seorang aktivis mahasiswa, jika ia
tidak pernah melakukan aksi demonstrasi nyata untuk membela kepentingan
bersama”
Seorang
aktivis mahasiswa selalu peka terhadap isu-isu yang sedang menjadi buah bibir
para sahabatnya. Baik itu isu internal kampusnya sendiri maupun isu eksternal
seperti permasalahan kenegaraan yang sedang rumit seperti sekarang ini. Ia akan
selalu berusaha bagaimana caranya supaya dia dan kawan-kawannya dapat terlepas
dari belengu permasalahan yang sedang terjadi. Ia akan selalu berusaha membela
yang benar menurut banyak orang dan bukan benar menurut golongannya sendiri, ia
juga akan selalu berfikir bagaimana caranya mensejahterakan orang-orang
disekelilingnya dan tidak hanya untuk dirinya sendiri. Mereka yang hanya
berkoar-koar hanya untuk kepentingannya sendiri belum dikatakan seorang aktifis,
meskipun dia menduduki sebuah jabatan struktural dalam suatu organisasi. Oleh
sebab itu aksi nyata merupakan salah satu ciri khas dari seorang aktifis.
Misalnya dalam sebuah kampus terdapat suatu permasalahan akademik ketika para
mahasiswa tidak dapat melihat dan input kartu rencana studi, hal itu merupakan
sebuah permasalahan bersama. Maka langsung dia berfikir bagaimana caranya
supaya mendobrak alur birokrasi agar mereka memperbaiki sistem informasi
akademik menjadi lebih mudah, jangan hanya berkicau dalam status facebook atau
dalam twitternya saja. Karena hal demikian itu percuma saja, yang ada jika
seseorang mencaci maki dan bahkan mengeluarkan pernyataan buruk mengenai
permasalahan, maka citra seseorang tersebut akan kotor dan hancur dimana yang
lain. Oleh sebab itu seseorang mendapat gelar aktivis sejati ketika ia peka
terhadap suatu permasalahan dan langsung mengambil tindakan nyata.
“Seseorang dikatakan sukses menjadi seorang
aktivis apabila dia berhasil mensukseskan regenerasi pada adik kelasnya”
Dalam
sebuah teori yang diungkapkan oleh Abraham Maslow bahwa seorang manusia memiliki
kebutuhan dasar berupa makan, minum dan sex serta kebutuhan yang paling tinggi
yaitu aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan
tertinggi dari seseorang. Dia akan selalu berfikir siapa yang akan meneruskan
estafet keberhasilan dan kesuksesan yang
telah ia raih sampai saat ini, ia akan berusaha menurunkan warisan dari
kesuksesannya itu tidak jauh dari orang-orang disekelilingnya, ia akan berusaha
mencari adik kelas yang menurut dia pantas untuk menjadi sama seperti dia, lalu
setelah itu ia akan mengkader dan secara perlahan menurunkan serta menyampaikan
jalan kesuksesan yang telah ia raih hingga orang tersebut berhasil dan bahkan
melebihi dari dia. Hal ini dilakukan karena pentingnya regenerasi dan
silaturahmi. Seorang aktifis tidak akan berfikir ketika ia menemui seseorang
karena ada kepentingan saja, tapi ia akan selalu bersilaturahmi demi menurunkan
warisan dari kesuksesan yang telah ia peroleh. Karena pada dasarnya sebuah
kesuksesan itu memiliki dua makna, yang pertama adalah sukses untuk dirinya
sendiri, dan yang kedua adalah selain untuk dirinya sendiri tetapi juga
berusaha mensukseskan orang lain yang berada dibawahnya. Seorang aktivis sejati
selalu berusaha berfikir bahwa kesuksesan tidak hanya milik diri sendiri,
tetapi juga milik bersama sama khususnya regenrasi setelah dia sukses.
“Seorang aktivis tidak akan pernah bertengkar
dengan sahabatnya sendiri, tetapi ia akan bertengkar orang lain untuk membela
sahabatnya”
Mereka
selalu haus akan kajian dan diskusi. Dalam proses kajian dan diskusi itu selalu
ada perdebatan, karena jika diskusi tanpa adanya perdebatan bagaikan sayur
tanpa garam. Rasanya kurang enak dan kurang pedas. Begitu juga dengan diskusi,
ketika temannya atau sahabatnya berbeda pendapat dalam forum internal mereka
maka wajar saja. Bahkan proses brainstorming akan terjadi disini, proses
pemantapan public speaking akan terjadi disini, proses berfikir dan bernalalogi
akan terjadi disini, semua proses latihan akan terjadi disini. Namun ketika
mereka diskusi dalam tataran eksternal forum, maka mereka akan bersatu dan
saling membela. Bahkan ketika sahabatnya atau adik kelasnya dicaci maki oleh
oleh orang lain, maka jiwa aktivisnya akan muncul dan menjadi garda terdepan
untuk membela sahabatnya sendiri. Ini adalah perbedaan antara aktivis sejati
dengan yang lainnya.
“Mereka akan senantiasa
meng-upgrade diri melalui membaca dan menulis”
Membaca
dan menulis merupakan aktifitas sehari-hari seorang mahasiswa. Tanpa membaca
dan menulis, maka ia bukan mahasiswa. Karena dengan membaca, dia bisa
mengupdate informasi yang ia peroleh sedangkan dengan menulis ia dapat
menggores tinta emas pemikiran dia. Anies Baswedan seorang Rektor Universitas
Paramadina mengaku bahwa ia selalu mebaca 1000 sampai 1500 lembar buku setiap
minggunya. Itu artinya bahwa informasi yang ia dapatkan sangat banyak.
Seseorang pun akan selalu senang dan berdiskusi dengan dia, karena pemikiran
dan analisis teoritisnya sangat banyak. Oleh sebab itu, mari kita membaca dan
menulis untuk menjadikan diri kita sebagai mahasiswa aktivis seutuhnya. Berbagai
media online telah menawarkan seseorang secara gratis untuk menulis. Mari kita
manfaatkan momen ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar