Oleh
Asep Rudi Casmana
Seperti
biasa, setiap sore Asep selalu duduk di bangku dekat pintu di depan rumahnya, sambil
menatap langit tinggi-tinggi. Matanya menatap tajam ke atas sambil membayangkan
bagaimana rasanya naik dan duduk di dalam pesawat terbang. Mungkin sangat
nikmat dan luar biasa senangnya jika dia bisa terbang menyebrangi Pulau Jawa hingga
melintasi batas negaranya. Selama ini, pesawat hanya sekadar bayangan yang selalu
dilihat setiap sore di depan rumahnya. Rasanya, dengan keadaan perekonomian keluarga
seperti sekarang ini tidak mungkin bisa membeli tiket pesawat yang harganya ratusan
ribu bahkan jutaan rupiah, karena uang yang dimiliki hanya cukup untuk
kehidupan sehari-hari saja.
Tiba-tiba
pintu rumah terbuka dan keluarlah ayahnya sambi berkata,
“ngelamunin apa sih kamu Sep? Tiap sore ngeliatnya ke atas langit terus” kata ayahnya sambil memegang secangkir kopi hangat buatannya.
“hehe,
engga ko ayah. Asep cuma liatin pesawat aja yang lewat di atas langit itu. Gimana
yah Ayah, rasanya naik pesawat itu ?” Asep kemudian berkata sambil telunjuk
tangannya menunjuk ke atas.
Ayahnya
hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa, karena sesungguhnya dia juga menginginkan
anaknya dapat menaiki pesawat, namun karena perekonomia keluarga itu tergolong
menengah ke bawah, jadi Asep tidak akan mungkin untuk membeli tiket pesawat.
Namun, dia sangat yakin, entah bagaimana caranya, suatu saat kelak akan dapat
menaiki pesawat dan melintasi negara Indonesia.
Tak
lama kemudia kumandang adzan maghrib terdengar dan membuyarkan obrolan mereka.
“Asep....
Ayaaahh... ayo masuk ke rumah, kita sholat maghrib berjamaah” Ibunya Asep memanggil
sambil teriak yang menambah buyar obrolan mereka , untuk mengajak sholat maghrib
berjamaah.
“Iyaaa
Ibu, aku ambil air wudhu dulu” kata Asep sambil berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah
itu mereka sholat berjamaah. Keluarga Asep selalu melaksanakan sholat maghrib berjamaah, Ibu Asep adalah orang yang
selalu mengingatkannya ketika waktu shalat sudah tiba. Selesai sholat maghrib,
tidak lupa Asep melanjutkan dengan shalat sunah ba’diah nya dan berdoa. Dalam
doa nya itu dia selalau meminta supaya mimpi mimpinya dikabulkan, salah satu
mimpi terbesarnya adalah naik pesawat lalu terbang melintasi Pulau Jawa. Hal
itulah yang membuat Asep untuk semagat belajar dan menuntut ilmu di dalam
perkuliahannya.
Keesokan
harinya seperti biasa ia bangun pagi dan dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah
shalat Subuh. Pun ketika selesai shalat, doa utama yang ia minta adalah ingin naik
pesawat dan melintasi Pulau Jawa hingga melewati batas-batas negaranya. Dia sangat
yakin bahwa dalam waktu dekat doa nya akan dikabulkan oleh Tuhannya, walaupun
ia tidak tau darimana uang itu akan datang.
“Asep
kuliah jam berapa hari ini ?” ucap Ibunya, sambil membawa sepiring nasi dan segelas
susu untuk sarapan Asep sebelum dia berangkat kuliah.
“Kuliah
pagi bu, hari ini dosen masuk jam 08.00 WIB” kata Asep sambil menyisir rambutnya
di depan kaca.
“ya
sudah, ini sarapannya, cepat dimakan, lalu segera berangkat ke kampus. Pokoknya
jangan sampai telat masuk kelas, lebih baik datang satu jam lebih awal daripada
terlambat 1 menit” kata Ibu sambil menyimpan sarapan pagi di meja kamar Asep
lalu duduk di kasur.
“Iya
Ibu, saya tidak akan telat bu. Saya berusaha untuk selalu tepat waktu” kata
Asep sambil meminum segelas susu hangat buatan Ibu nya.
Meskipun
mereka adalah keluarga sederhana, tapi ayah dan ibu Asep selalu mengajarkan disiplin. Terutama dalam
menghargai waktu, bagi Ibunya waktu adalah segala-galanya. Berusaha untuk tepat
waktu merupakan hal yang sangat kecil namun akan berdampak yang sangat
besar.
“Ibu,
saya pamit dulu yah bu. Doakan mudah-mudahan saya jadi orang pinter” Asep pamit
kepada ibunya sambil mencium tangannya.
Asep
langsung pergi ke kampus dengan mengendarai sepeda motor tua warisan ayahnya yang
sudah berumur lebih dari 10 tahun, namun masih bisa digunakan untuk menempuh perjalanan
dari rumah menuju kampusnya yang kurang lebih berjarak 10 KM. Sesampainya di
kampus, Asep langsung masuk ke kelas. 30 menit sebelum mulai perkuliahan ia
sudah masuk dan duduk didalam kelas. Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan,
karena dosen pengampu mata kuliah Sosiologi dan Antropologi Budaya Indonesia
adalah dosen favorit dia, namanya Ibu Yasnita. Dia selalu semangat untuk mengikuti
perkuliahan ini, karna selain materi kuliah yang akan ia dapatkan, Ibu Yasnita selalu
memberikan motivasi-motivasi eksternal kepada para mahasiswanya sebelum memulai perkuliahan. Dan itulah yang sangat
dinanti-nantikan oleh Asep ketika mengikuti perkuliahan dengan dia.
Beberapa
menit kemudian, pintu kelas tiba-tiba terbuka. Lalu muncul sosok seorang wanita
dengan busana yang modern nya sambil membawa buku dan laptop merah muda kesayangannya.
Itulah Ibu Yasnita. Dosen favorit mahasiswa yang sangat enerjik dan semangat
ketika menjelaskan di kelas.
“Gimana
kabarnya hari ini teman-teman? sehat semuanya?” Sapa Ibu Yasnita sambil menyalakan
senjata andalannya yaitu laptop merah muda. “baik Ibu” para mahasiswa dengan
semangatnya menjawab salam sapa dari Ibu Yasnita.
“Teman-teman,
sebelum dimulai kuliah. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan kepada
kalian semua.” Kata Bu Yasnita dengan wajah serius dan berjalan mendekati salah
satu mahasiswanya.
“Asep
kamu punya impian ?” dengan nada yang sangat pelan dan bertanya kepada Asep.
“Iya
punya bu, tapi rasanya tidak mungkin terwujud, karena mimpi saya terlalu berlebihan”
jawab Asep dengan wajah menunduk.
“Apa
mimpi kamu Sep?” Ibu Yasnita bertanya balik kepada Asep.
“Saya
ingin naik pesawat meniltasi Pulau Jawa hingga melewati batas Negara Indonesia bu” kata Asep dengan suara pelan-pelan karena
takut ditertawakan oleh teman temannya.
Dan
ternyata memang benar, teman-teman sekelasnya mentertawakan mimpinya yang menurut
mereka sangat lucu dan konyol. Karena mimpinya Asep hanya ingin naik pesawat. Mungkin
sebagian dari mereka sudah banyak yang naik pesawat. Asep adalah mahasiswa PPKN
Non Reguler yang dikategorikan sebagai kelas yang notabe nya orang-orang kaya
dan mampu secara finansial. Biaya kuliah per semesternya pun berbeda dengan
kelas reguler yang 100% lebih tinggi. Meskipun kenyataannya keluarga Asep tidak
seperti itu.
“sudah-sudah
semuanya” Ibu Yasnita menenangkan para mahasiswa di kelasnya. “Teman-teman,
jangan takut dengan bermimpi. Karena mimpi itu gratis, tidak harus bayar. Semua
orang bisa bermimpi. Tapi jangan lupa tuliskan mimpi-mimpi kamu itu semuanya dalam sebuah kertas. Kalau perlu yang
besar, lalu tempelkan di dinding kamar kalian. Karena kalau tidak dituliskan,
kalian akan lupa. Percayalah, kekuatan sugesti mimpi sangat besar. Ketika itu
sudah menjadi coretan, maka kenikmatan akan dirasakan”
Itu
adalah pernyataan Ibu Yastina diawal perkuliahan Sosiologi dan Antropologi
Budaya Indonesia. Motivasi eksternal ini sangat berpengaruh besar terhadap
Asep, dia sangat terinspirasi dengan pernyataannya itu. Dia teringat akan mimpi
terbesarnya selama ini untuk dapat terbang melintasi Pulau Jawa dan batas-batas
NKRI. Ini adalah langkah untuk Asep dalam menggapai mimpinya. Dia sangat
bersemangat dalam mencapai mimpi, karena keinginannya untuk naik pesawat sangat
tinggi.
Sore
hari perkuliahan selesai. Asep langsung menuju ke rumah dengan mengendarai motornya.
Sesampainya
di rumah, Asep langsung menuju ke kamar. Dia langsung mengambil selembar kertas
dan pulpen berwarna hitam. Lalu menuliskan mimpi-mimpinya yang ingin ia gapai,
kata Ibu Yasnita harus dituliskan. Karena kalau tidak dituliskan, mimpi itu
akan lupa. Baris demi baris Asep mulai
menulis, beberapa mimpi telah ia tuliskannya. Salah satu mimpinya adalah ingin
menyebrangi batas negara Indonesia. Negara pertama yang ingin ia kunjungi
adalah Singapore. Menurut dia negara ini sangat unik, dia ingin berphoto ria di
depan patung Marlion. Patung ini merupakan patung impian Asep.
Tak
terasa, ketika ia menuliskan mimpinya yang ke 55 air matanya menetes hingga membasahi
kertas yang sedang ia tulis, karena dalam baris itu ia bermimpi untuk memberangkatkan
ayah dan ibu nya untuk pergi ke Tanah Suci Makkah. Namun sekali lagi itu hanya
mimpinya, dia tidak tau bagaimana cara mewujudkannya. Hanya harapan dan
kekuatan sugesti mimpi yang ia punya intuk mewujudkan mimpinya itu. Baris
perbaris pun telah selesai ia tulis, hingga 100 mimpi yang ia tuliskan. Lalu
Asep bergegas untuk mencari lem kertas yang ada di laci mejanya dan menempelkan
di dinding kamarnya. Kertas itu sangat jelas terpampang, sehingga ia tidak akan
pernah lupa. Setelah semuanya selesai, Asep langsung mematikan lampu kamar
tidurnya dan langsung beristirahat.
Hari
demi hari Asep menjalankan aktifitas seperti biasa di kampus Universitas Negeri
Jakarta. Semangatnya semakin tinggi karena telah mendapatkan motivasi eksternal
dari dosen favoritnya.
Beberapa
bulan kemudian, tepatnya pada bulan maret dia menemukan sebuah banner yang
sangat besar di depan gedung Fakultas Ilmu Sosial, tulisannya sangat jelas
yaitu Pemilihan Mahasiswa Berprestasi FIS. Dengan bekal yang telah ada dan
beberapa kejuaraan yang telah ia ikuti, maka tanpa pikir panjang Asep langsung
mendaftarkan diri dan melengkapi persyaratan administrasinya.
Dalam
pemilihan itu ada beberapa hal yang diperlombakan, yaitu CV organisasi dan kejuaraan
yang telah ia miliki, presentasi karya tulis Ilmiah serta mampu berkomunikasi dengan
bahasa asing. Meskipun dia merasa pesimis, namun dia tetap mencoba. Asep memiliki
prinsip yaitu menang ataupun kalah urusan nanti, yang penting mencoba.
Akhirnya
Asep mengikuti seleksi pemilihan mahasiswa berpretasi tingkat Fakultas Ilmu Sosial,
Asep terpilih menjadi juara 1 dan mewakili FIS ke tingkat Universitas. Di sini Asep
bersaing dengan 7 orang mahasiswa berprestasi dari 7 fakultas, dan akhirnya setelah
melewati proses seleksi yang sangat panjang, dia dinobatkan menjadi juara kedua
dan berhasil membawa piala untuk Ayah dan Ibu nya di rumah.
Hadiah
terindah yang akan ia terima untuk 3 besar adalah akan diberangkatkan ke Malaysia
dan Singapore. Dan seluruh biaya akomodasinya akan dibiayai oleh pihak kampus.
Tanpa
pikir panjang lagi, Asep langsung mengendarai motornya dan pulang ke rumah membawa
piala dan memberikan kabar yang indah bahwa ia akan pergi ke luar negeri. Sesampainya
di rumah, dia langsung teriak-teriak membawa piala kebanggaan dan diperlihatkannya
kepada kedua orang tuanya.
“Ayaaah....
Ibuu, Asep bawa piala dan dapat juara II se-UNJ” teriak Asep sambil lari lari
menuju ke dalam rumah.
“Alhamdulillah
nak, akhirnya kamu menjadi juara. Ibu sudah yakin kalau kamu memang hebat” kata
Ibu nya sambil mengelus-elus kepalanya.
“Ibu,
Asep mau pergi ke Malaysia dan Singapore” kata Asep sambil memeluk Ibu nya. Ayah
dan Ibu nya sangat senang mendengar kabar itu, namun secara tidak langsung mereka
mengeluarkan air mata bahagia. Ibunya menangis ketika mendengar bahwa Asep akan
pergi ke Malaysia dan Singapore. Mereka menyadari bahwa pencapaian nya itu berkat kerja keras dan usaha asep selama
ini.
Ayah
dan Ibunya selalu berdoa agar asep selalu sukses, karena mereka sadar bahwa semakin
jauh orang melangkah, maka semakin kaya juga pengalamanya.
“Sukses
terus buat Asep” Ibu nya memeluk Asep sambil mengeluarkan tangisan
bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar