Oleh
Asep Rudi Casmana
Pembicaraan
mengenai konsep keneragaan Indonesia ini sering saya temui ketika diskusi
dengan banyak orang. Ada yang mengatakan bahwa Negara Indonesia akan maju
ketika merubah sistemnya menjadi negara islam, namun disisi lain ada juga yang
mengatakan bahwa sistem negara kebangsaan adalah sesuatu yang sangat cocok
melihat Indonesia ini merupakan sebuah negara multikultural. Dilihat dari sudut
pandang warga negara Indonesia, saya sendiri setuju bahwa negara kesatuan
merupakan sebuah sistem yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.
Sebagai
sebuah negara multibudaya, saya berharap bahwa semua warga negara Indonesia
memahami akan hal ini. Perdebatan mengenai hal ini bukan hanya terjadi pada
saat sekarang saja, namun jauh sebelum negara Indonesia ini merdeka, para
pendahulu sudah mulai merumuskan dasar negara kesatuan republik Indonesia. Hal
ini juga memiliki banyak pendapat yang sangat sulit untuk diputuskan.
Sebelum
kita membicarakan lebih lanjut mengenai konsep kenegaraan, saya ingin membuka
kembali lembaran-lembaran sejarah Indonesia pada periode sebelum kemerdekaan. Menurut
Yudi Latif, sebelum Islam masuk ke Indonesia, negara ini sudah dihuni oleh
orang-orang yang berkeyakinan Budhisme dan Hinduisme selama kurang lebih 17
abad yang dibawa oleh orang-orang India, kemudian setelah itu baru masuk Islam
yang dibawa oleh orang-orang timur tengah selama kurang lebih 7 abad dan yang
terakhir adalah agama Kristen. Setelah berkembangnya agama tersebut, pada tataran
masyarakat lokal Indonesia, telah muncul bermacam-macam kepercayaan masyarakat
seperti di daerah suku Baduy, Banten telah muncul kepercayaan yang namanya
Sunda Wiwitan. Kemudian di wilayah Batak telah muncul agama Parmalim; agama
Kaharingan di Kalimantan; agama Cigugur di wilayah Kuningan, Jawa Barat; agama
Tolottang di Sulawesi Selatan; agama Naurus di pulau Seram di provinsi Maluku
dan masih banyak kepercayaan-kepercayaan yang lainnya.
Jika
mengacu kepada agama-agama yang ada di Indonesia, maka indikator agama akan
sulit untuk dapat digunakan sebagai sebuah simbol kenegaraan karena mereka
selalu berasumsi bahwa agama yang dipilih adalah yang paling benar meskupun itu
berbeda-beda kepercayaan. Namun dari semua perbedaan itu, ada sebuah persamaan
yang merupakan sebuah “kaidah emas” atau “golden
rule”. Kaidah emas disini menyatakan secara kalimat negatifnya bahwa
“janganlah engkau berbuat sesuatu kepada orang lain, yang engkau sendiri tidak
ingin diperlakukan seperti itu!”, sedangkan dalam kalimat positifnya adalah
“Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai diri kamu sendiri”.
Hal
itulah yang mengajarkan kepada kita semua sebagai warga negara Indonesia bahwa
meskipun kita terdiri dari beberapa agama, namun kita dapat menjadi satu karena
setiap agama memiliki golden rule
yang sifatnya sama.
Kembali
kepada perdebatan bahwa apakah negara islam atau negara kebangsaan yang cocok
untuk system kenegaraan ini, kita perlu melihat perdebatan yang terjadi antara
Ki Bagus Hadikoesoemo dan Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 dalam rangka
merumuskan sebuah dasar negara Indonesia. Pada waktu itu Ki Bagus merupakan
tokoh yang dengan keras mengatakan bahwa negara Indonesia adalah sebuah negara
Islam dengan asumsi bahwa Islam mengajarkan pemerintahan yang adil dan menegakan
keadilan; islam tidak bertentangan bahkan sangat sesuai dengan negara kesatuan
republic Indoenesia. Secara pribadi, saya sangat setuju dengan pendapat Ki
Bagus Hadikoesoemo ini, karena saya sendiri sebagai pemeluk agama Islam. Namun,
saya juga sependapat dengan pendapatnya Soepomo yang benar-benar mendukung
bahwa negara ini baiknya menggunakan system negara kebangsaan. Dia berpendapaat
bahwa jika dasar negara ini memaksakan dengan system keislaman, maka yang
terjadi adalah kita hanya mempersatukan diri kita sendiri dengan golongan
terbesar, yaitu golongan islam. Hal ini akan menimbulkan seuah “minderheiden” yaitu sebuah keadaan
dimana golongan agama-agama minoritas yang lain tidak dapat mempersatukannya.
Pernyataan
“negara islam” sangat jauh dengan pernyataan “negara yang berdasarkan atas
cita-cita leluhur orang islam”. Meskipun kita menggunakan sebuah system negara
kebangsaan, namun beberapa sistem hukum islam dapat diadopsi dan diberlakukan
di negara ini. Dengan menggunakan negara kesatuan, semua rakyat dari berbagai
golongan dapat bersatu. Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar