Oleh
Asep Rudi Casmana
“Tidak mengajarkan kepada anak
mengenai pemikiran modern dunia melalui pendidikan kewarganegaraan serta
berfikir kritis sama saja dengan memberikan umpan kepada lautan yang berisi banyak ikan shark” Richard
Hoggart
Proses pembelajaran di kelas |
Pendidikan
merupakan sebuah sarana bagi masyarakat untuk dapat mengubah pola perilakunya
menjadi lebih baik. Dalam proses pendidikan, ada banyak subjek-subjek yang
perlu dipelajari oleh para peserta didik, supaya mereka mahir dalam bidang tersebut
seperti misalnya matematika, kimia, fisika, biologi, sejarah dan yang lainya.
Dari sekian banyak subjek, ada satu pelajaran yang memiliki peran yang sangat
vital dalam sebuah kehidupan sehari hari. Pelajaran ini terkadang dipandang
sebelah mata oleh para siswa, atau bahkan dikesampingkan dengan alasan mereka
tidak membutuhkannya karena pelajaran ini tidak terdapat dalam salah satu
materi Ujian Nasional. Memang pada kenyataanya seperti itu, subjek yang dimaksud
tidak termasuk dalam kategori ujian nasional, apalagi seleksi masuk perguruan
tinggi negeri. Namun pada kenyataanya, hal ini sangatlah penting dan secara
tidak langsung dibutuhkan oleh masyarakat guna menjadikan warga negara yang
baik dan berkarakter serta menjadikan mereka sebagai warga negara yang
partisipatif.
Pelajaran
yang dimaksud adalah sebuah subjek yang mengkai mengenai dua hal secara umum.
Yang pertama adalah bagaimana menjadi warga negara yang baik dan yang kedua
yaitu membahas bagaimana menjadi warga negara yang aktif dalam kehidupan
berdemokrasi. Tentu saja kedua hal itu merupakan hal yang sangat vital, karena
tanpa adanya sebuah pendidikan formal yang mengawalnya, maka warga negaranya
akan kebablasan dalam memaknai dan mengartikan arti dari hal itu. Di negara
Indonesia, subjek yang dimaksud adalah Pendidikan Kewarganegaraan.
Menurut
Prof. Udin S. Winataputra, sebagai seorang ahli Pendidikan kewarganegaraan,
mengatakan bahwa salah satu objek dari kajian pendidikan kewarganegaraan adalah
tingkah laku warga negaranya. Pada kajian ini, pelajaran pendidikan
kewarganegaraan perlu mengajarkan bagaimana berperilaku yang baik dan benar
sesuai dengan aturan. Para siswa juga perlu didik hal hal yang sifatnya
praktikal seperti bagaimana cara mengantri, menghormati orang lain, menghargai
pendapat dan yang lainnya. Jika melihat negara Jepang, di jenjang pendidikan
sekolah dasar kelas satu dan kelas dua, mereka memiliki pelajaran khusus yang
membahas mengenai tata karma yaitu “life
studies atau seikatsuka”.
Pelajaran yang isinya mengenai tatakrama ini benar-benar ditanamkan sedini
mungkin. Sehingga hal itu akan membudaya di Jepang. Seikatsuka ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Winataputra
bahwa salah satu objek pendidikan kewarganegaraan adalah mengenai tingkah laku
warganegaranya. Hasil dari pelajaran ini adalah perubahan tingkah laku dari
warganegaranya.
Pentingnya
pendidikan kewarganegaraan juga dibuktikan oleh pendapat-pendapat para ahli. Di
Indonesia sendiri, pemerintah melalui Undang-Undang Sistem Pendikan Nasional
nomor 20 tahun 2003 khususnya pada pasal 37 menuliskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan harus menjadi sebuah pelajaran wajib di tingkat dasar, menengah
dan pendidikan tinggi. Ini artinya bahwa sebuah institusi pendidikan formal
yang tidak melibatkan pendidikan kewarganegaraan, dapat dikatakan sebagai breaking the rule. Hal ini sejalan
dengan yang dikatakan oleh Richard Hoggart yang menyatakan bahwa jika kita
tidak mengajarkan pendidikan politik mengenai pemikiran modern kepada
anak-anak, maka bersiap-siaplah anak tersebut akan menjadi mangsa siapapun
dalam kehidupan nyata. Maksudnya adalah, dalam situasi yang sangat kompleks
dengan kemajuan teknologi, para siswa perlu diajarkan mengenai pemikiran-pemikiran
politik yang mudah, sehingga mereka dapat menyaring berita.
Adapun
hal-hal yang dapat dilakukan untuk mendidik para siswa menganai pemikiran
politik adalah dengan mengajaknya berselancar di Internet mengenai keadaan
politik yang sedang terjadi saat ini. Para guru perlu mewajibkan siswa untuk
mendownload aplikasi-aplikasi penyedia berita, supaya mereka dapat
memperbaharui pemikiran-pemikirannya setiap hari. Saat ini, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan memiliki program penumbuhan budi pekerti dimana para
siswa diwajibkan membaca selama lima belas menit setiap harinya. Ini merupakan
kesempatan terbaik untuk para guru khususnya pendidikan kewarganegaraan agar
mereka mendorong siswanya untuk dapat membaca. Hal ini senada dengan yang
diucapkan oleh Bernard Crick, yang menyatakan bahwa usia terbaik untuk
mengajarkan pendidikan politik adalah ketika anak-anak mulai membaca berita,
oleh sebab itu mulai detik ini mari kita ajarkan kepada anak-anak untuk dapat
membaca berita setiap harinya. Setelah mereka mampu membaca dan memahami,
berikan sedikit penjelasan dan ulasan mengenai berita tersebut supaya anak
menjadi lebih paham makna yang terkandung didalamnya.
Orang
tua juga perlu ikut serta berperan aktif dalam menjalankan perannya guna
menciptakan warga negara yang baik. Mereka dapat membantu dengan mengajarkan
anak supaya mampu menghargai pendapat orang lain, sadar dan paham mengenai
kehidupannya, bagaimana bertuturkata yang baik, mengantri ditempat umum, serta
yang lainya yang kaitannya dengan kehidupannya secara pribadi. Dengan demikian,
target utama sebagai salah satu objek kajian pendidikan kewarganegaraan yaitu
mengenai pola tingkah laku dapat diwujudkan. Apabila sekolah dan orang tua
dapat bekerjasama untuk mendidik para siswa, maka tujuan pendidikan nasional
akan mudah diwujudkan.
Sumber
:
Crick,
Bernard. 2004. Essays on Citizenship. New
York: Continuum.
Grossman,
David L., dkk. 2004. Citizenship
Education in Asia and the Pacific: concepts and issues. Hong Kong: CERC The
University of Hong Kong.
Kardiman,
Yuyus., dkk. 2010. Ilmu Kewarganegaraan. 2010:
Laboratorium Press Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar